Jakarta, CNN Indonesia -- Selandia Baru telah mengesahkan undang-undang yang salah satu aspeknya membuat efek jera bagi pelaku
cyber bullying. Peraturan baru in secara efektif melarang seseorang untuk mengirim pesan bernada rasis, seksis, agama dan menghina fisik.
Pelaku
bully, yang terbukti bersalah oleh pengadilan melakukan melontarkan kata-kata tersebut, bisa menghadapi tuntutan dua tahun penjara. Selain itu, di aturan yang terpisah, apabila
cyber bullying bisa menyebabkan kematian maka pelakunya bisa dituntut hingga tiga tahun penjara.
Dikutip melalui Engadget, Pemerintah Selandia Baru memang terus menekankan kepeduliannya terhadap
cyber bullying ini. Malahan mereka akan mendirikan lembaga yang memiliki tugas menangani keluhan di Twitter dan Facebook.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nantinya, lembaga itu akan meminta akun di media sosial yang terbukti melakukan
bully untuk menghapusnya dalam kurun waktu dua kali 24 jam. Bila tidak, maka siap-siap akan diseret ke meja hijau.
Dalam jurnal JAMA Pediatrics, sekitar seperempat dari remaja pernah mengalami
cyber bullying, atau kekerasan dalam dunia maya, melalui media sosial.
Sebagian besar penelitian sebelumnya juga melihat hubungan antara
cyber bullying dan depresi, kata para peneliti. "Penggunaan media sosial sangat umum di antara anak-anak dan remaja," kata Michele Hamm, peneliti dari Universitas Alberta di Kanada. "Kami ingin melihat, apakah ada bahaya yang terdokumentasikan terkait penggunaannya."
Hamm dan rekan penelitinya mengutip laporan pada 2012 silam. Disebutkan bahwa sekitar 95 persen remaja di Amerika Serikat menggunakan internet. Sekitar 81 persen juga dilaporkan menggunakan media sosial.