Ilmuwan AS Mampu Kendalikan Tikus dengan Remote Kontrol
CNN Indonesia
Minggu, 26 Jul 2015 13:12 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Bentuk seperti tikus ditemukan di Mars. (NASA/JPL-Caltech)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah ilmuwan dari Washington University School of Medicine dan University of Illinois dikabarkan telah berhasil mengubah jaringan saraf tikus laboratorium menggunakan kontroler nirkabel. Dengan begitu, mereka mengklaim dapat mengatur pergerakan tikus dari jarak jauh.
Seperti yang dirilis dari kantor berita Reuters, para ilmuwan juga diketahui mampu mempelajari efek stimulasi saraf tanpa melewati prosedur invasif, melainkan hanya dengan subjek tes yang ditambatkan dengan kabel atau yang dikenal dengan metode implan.
Yang menarik, meski implan tadi tak setebal rambut manusia nyatanya dengan memasangkan perangkat tadi di kepala tikus para ilmuwan mampu menentukan jalur tikus berjalan menggunakan remote kontrol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adalah implan optofluidic perangkat yang dikembangkan oleh tim dari Washington University School of Medicine dan University of Illinois. Dari penelitian yang dilakukan, metode ini diyakini dapat menemukan kerusakan sekaligus menggantikan jaringan otak jauh lebih sedikit daripada tabung logam, atau kanula manusia seperti yang biasa dilakukan para ilmuwan untuk menyuntikkan narkoba.
Sejatinya perangkat ini diujicobakan dengan dipasangkan ke kepala tikus dan didukung oleh baterai kecil. Dari eksperimen tersebut, tikus akan lebih dulu dibuat berjalan di lingkaran setelah obat yang menyerupai morfin disuntikkan ke daerah otak yang mampu mengontrol motivasi dan kecanduan.
Pada tes lain, para ilmuwan juga dapat menggunakan teknik lain yang dikenal sebagai optogenetics, atau tikus telah sebelumnya dimodifikasi sehingga neuronnya bercahaya seperti lampu sensitif. Pun metode ini dilakukan untuk merangsang sel-sel otak tikus dengan miniatur LED.
Di subjek tes tersebut, tikus akan dibuat tinggal di salah satu sisi kandang yang berjarak sehingga membuat pulsa implan dapat bersinar cahaya pada sel-sel tertentu. Bukanlah hal fiksi, hingga pada akhirnya antena yang ditaruh pada jarak jauh selama percobaan berlangsung mampu menggerakan tikus.
Meski terbilang invasif, penelitian ini sejatinya dilakukan untuk mengobati gangguan neurologis termasuk stres, depresi, kecanduan, dan nyeri pada manusia. Namun, sampai saat ini belum ada manusia yang telah menjadi 'tikus percobaan.'