Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi E-commerce Indonesia (Indonesia E-commerce Association/idEA) berharap campur tangan pemerintah dalam membuat aturan industri perdagangan elektronik dapat mendorong bisnis bagi para pemain, bukan menghambat industri.
Ketika industri ini belum “disentuh” oleh pemerintah, dalam arti belum dibuatkan aturan resmi, tercatat nilai ekonomi digital mencapai US$ 12 miliar pada 2014. Nilai tersebut tumbuh pesat dibandingkan US$ 8 miliar tahun 2013.
Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi idEA David Alexander, bahkan ada beberapa perusahaan e-commerce yang mengalami pertumbuhan tiga digit dalam setahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Organisasi ini menilai di tahun 2015 merupakan waktu yang tepat untuk menumbuhkan industri e-commerce. “Kalau itu semua bisa dibantu oleh pemerintah maka akan tumbuh lebih tinggi,” ujar David dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (28/10).
Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan peta jalan untuk industri e-commerce. Kementerian Perdagangan dan sejumlah pihak terkait juga sedang menyusun Rancangan Peraturan Menteri (RPP) tentang E-commerce.
RPP ini sempat ditentang keras oleh idEA karena keharusan melakukan verifikasi untuk memasukkan identitas KTP, NPWP, atau izin usaha bagi pedagang yang memanfaatkan platform untuk menjual produknya. Tahap verifikasi ini disebut dengan istilah Know Your Customer (KYC).
Kemendag menilai langkah ini dilakukan untuk melindungi konsumen dari aksi penipuan. Dan jika hal itu terjadi, maka pelaku bisa dilacak berdasarkan identitas yang disimpan platform e-commerce.
Kala itu iDEA menilai kebijakan pemerintah untuk memasukkan identitas saat ingin berjualan online justru dapat mematikan industri karena dinilai tidak masuk akal untuk model bisnis iklan baris dan marketplace (mal online).
Menurut Even Alex Chandra, Anggota Bidang Kebijakan Publik idEA, verifikasi identitas penjual tidak cocok untuk diterapkan pada e-commerce bidang iklan baris dan marketplace.
“Bisa dibayangkan kalau seperti ini, pedagang akan berpikir mau jual produk saja ribet. Kalau KYC tetap ada di situs iklan baris maka pengalaman penggunanya akan buruk,” tuturnya.
Mereka berharap Kemendag dapat belajar dari peraturan yang berlaku di Amerika Serikat di mana pemerintahnya membatasi pertanggungjawaban hukum dari sisi penyelenggara platform berdasarkan azas keadilan karena hal ini disebut penting untuk membangun iklim usaha yang kondusif bagi pelaku bisnis.
Saat ini, pemerintah Indonesia bersama sejumlah pelaku industri sedang berada di San Francisco, California, AS untuk memelajari bagaimana komunitas teknologi di sana membangun ekosistem.
Dari kunjungan ke perusahaan dan komunitas teknologi di AS ini, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara berharap bisa mendapat masukkan untuk memperkaya roadmap e-commerce di Indonesia.
Pemerintah Indonesia dan AS sepakat untuk melakukan kerja sama bidang ekonomi digital dan menetapkan ekonomi digital sebagai prioritas.
(adt/eno)