Menkominfo Sambut OpenBTS Asalkan Punya Nilai Strategis

Hani Nur Fajrina, Aditya Panji | CNN Indonesia
Jumat, 06 Nov 2015 13:05 WIB
Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan pihaknya terbuka dengan usulan teknologi OpenBTS di Indonesia asalkan memiliki nilai strategis.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. (CNN Indonesia/Aditya Panji)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan pihaknya terbuka dengan usulan teknologi OpenBTS di Indonesia asalkan memiliki nilai strategis, dan ia merasa perlu berdiskusi dengan pihak-pihak terkait mengenai penelitian dan pemanfaatannya.

Rudiantara mengaku belum pernah berbicara dengan para pegiat teknologi OpenBTS ini. Sehingga, ia belum bisa menakar biaya murah pembangunan OpenBTS yang selama ini disebut-sebut oleh para pegiat untuk infrastruktur telekomunikasi alternatif di daerah pedalaman.

"Ongkos yang murah itu seperti apa. Pertama saya harus tanya, apakah mereka mau punya numbering? Lalu pelanggannya itu pelanggan siapa?" kata Rudiantara usai ditemui dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (4/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rudiantara mempertanyakan soal siapa atau pihak mana yang nanti akan melayani dan bertanggungjawan atas para pelanggan OpenBTS ini. Layanan telekomunikasi juga membutuhkan nomor telepon pusat layanan sebagai tempat pengaduan pelanggan.

Jika perangkat OpenBTS berpotensi dimanfaatkan untuk daerah rural atau pedesaan, Rudiantara tak menutup kemungkinan untuk dikembangkan asalkan memiliki nilai ekonomis dan bermanfaat.

"Yang penting bagi saya nilai strategisnya, kita cepat masuk akses teknologi, kalau kita kuasai, kita pegang teknologinya," tutur Rudiantara.

Permintaan agar pemerintah mendukung teknologi OpenBTS telah disampaikan oleh komunitas teknologi seperti ICT Watch, Air Putih, Onno Center, dan Forum Demokrasi Digital, setelah tiga operator seluler mendukung uji teknis perangkat balon udara Google untuk menyebar akses Internet ke daerah pelosok memanfaatkan spektrum 900 MHz milik Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat.

OpenBTS merupakan base transceiver station (BTS) GSM berbasis peranti lunak yang dihubungkan dengan peranti keras komputer dengan antena penerima dan pemancar. Dengan perangkat macam ini, pengguna ponsel dan kartu SIM GSM yang terhubung dengan OpenBTS bisa saling melakukan panggilan telepon dan berkirim SMS sehingga tak memerlukan jaringan operator seluler komersial.

Para pegiat meminta pemerintah agar juga mendukung penelitian dan pengembangan OpenBTS memanfaatkan spektrum 900 MHZ. Hal ini didasari atas netralitas teknologi.

Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny Budi Utoyo menjelaskan, pada intinya netralitas teknologi adalah mengharuskan suatu regulasi dapat diterapkan pula pada teknologi alternatif yang ada, tidak boleh hanya berlaku bagi jenis teknologi yang telah/sedang digunakan saja atau yang dianggap primadona/unggulan saja.

"Untuk itu, pemerintah haruslah melakukan upaya yang sama agar teknologi alternatif, semisal OpenBTS, diperkenankan pula menggunakan frekuensi 900 MHz untuk penelitian dan pengembangannya," tutur Donny dalam siaran pers yang diterima CNN Indonesia.

Senada dengan Rudiantara, perusahaan telekomunikasi XL Axiata juga mengatakan pada dasarnya mereka terbuka atas sebuah kemitraan, namun harus memberi manfaat dari sisi teknologi dan finansial pada perusahaan.

"Mau itu Google atau siapapun yang bisa membawa keuntungan baik, kenapa tidak. Karena pada intinya kami terbuka," tutur Dian.

XL diketahui merupakan salah satu dari tiga perusahaan telekomunikasi Indonesia yang mendukung uji teknis teknologi balon udara Google yang menurut rencana dilakukan pada kuartal pertama atau kedua 2016.

Ratusan balon udara Google ini akan mengudara di ketinggian 20 km dari permukaan laut untuk menyebar koneksi Internet 4G LTE dengan radius 40 kilometer ke darat dari tempat lokasi balon itu berada. Perangkat pemancar radionya akan disediakan oleh Google, namun perangkat itu tetap terhubung dengan menara pemancar milik operator seluler di Indonesia.

Dian menegaskan bahwa balon udara Google ini masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, dan belum tentu akan dimanfaatkan untuk komersialisasi karena sejauh ini belum ada pembicaraan soal model bisnis. (adt/eno)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER