Komunitas TI Kecewa Atas Putusan MA di Kasus IM2

Aditya Panji | CNN Indonesia
Kamis, 05 Nov 2015 20:01 WIB
Asosiasi telekomunikasi prihatin atas putusan MA yang menolak PK kasus mantan Dirut IM2 Indar Atmanto. Mereka bikin petisi untuk bela Indar.
Petugas melakukan perawatan berkala pemancar Indosat, Jakarta, Rabu 12 November 2014. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komunitas teknologi yang terdiri atas 16 asosiasi telekomunikasi Indonesia, Kamis (5/11), menyatakan keprihatinan atas putusan Mahkamah Agung yang menolak Peninjauan Kembali (PK) kasus mantan Dirut Indonesia Mega Media (IM2) Indar Atmanto. Mereka membuat petisi untuk membela Indar.

Indar sebelumnya dinyatakan bersalah karena menandatangani perjanjian kerja sama antara IM2 dengan Indosat untuk menyediakan jaringan 3G memanfaatkan spektrum 2,1 GHz milik Indosat.

Ia divonis 8 tahun penjara dan dipaksa masuk ke LP Sukamiskin setelah upaya kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ketua Umum Mastel (Masyarakat Telematika Indonesia), Kristiyono, kasus ini secara tegas dinyatakan pemerintah telah sesuai dengan regulasi telekomunikasi yang berlaku. Ia menilai putusan ini akan berdampak terhadap industri telekomunikasi, pelayanan masyarakat, serta perekonomian negara.

"Namun dengan putusan MA ini, maka semua kerjasama antara penyelenggara jaringan dengan penyelenggara jasa yang serupa dikhawatirkan menjadi salah dan melanggar hukum," kata Kristiyono.

Situasi ini dinilai sejumlah asosiasi bisa merugikan perusahaan penyedia jasa Internet dan perusahaan penyedia infrastruktur telekomunikasi yang melakukan kerja sama serupa seperti IM2 dan Indosat. Celakanya, kerja sama macam ini lazim dilakukan dalam industri telekomunikasi.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, yang menyempatkan hadir dalam jumpa pers hari ini, menyatakan keprihatinannya atas kasus ini.

"Ini akan mengubah bisnis model dan tata kelola industri telekomunikasi. Pemerintah akan lakukan dengan semaksimal mungkin untuk menangani masalah ini,” tegas Rudiantara.

Perkara ini bermula setelah Indar melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Indosat, induk usaha IM2, untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz. Kerja sama itu dinyatakan melanggar peraturan perundangan yang melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan.

Penggunaan bersama frekuensi tersebut menyebabkan IM2 tak membayar biaya pemakaian frekuensi. Kerja sama selama periode 2006 sampai 2012 tersebut menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merugikan keuangan negara Rp 1,358 triliun.

Pada 8 Juli 2013, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman kepada Indar selama 4 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai Antonius Widijantono Widiantoro menjatuhkan hukuman pidana uang pengganti kepada IM2 sebesar Rp 1,3 triliun.

Vonis ini diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Jakarta yaitu menambah hukuman Indar menjadi 8 tahun penjara dan menghapus pidana uang pengganti Rp 1,3 triliun.

Perkara IM2 menjadi perhatian banyak pihak karena ada dua putusan kasasi yang tidak sinkron. Pertama, kerja sama Indosat dan anak usahanya tersebut dianggap merugikan negara senilai Rp1,3 triliun berdasarkan perhitungan BPKP.

Hal ini tertuang dalam putusan Kasasi Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014, yang memutuskan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto dijatuhi hukuman pidana selama delapan tahun disertai dengan denda sebesar Rp 300 juta, dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp 1,358 triliun yang dibebankan kepada IM2 sebagai korporasi meskipun belum pernah dituntut di pengadilan.

Sedangkan putusan kasasi Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014, isinya menolak kasasi yang diajukan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi atas putusan PTUN perkara IM2.

Dalam putusan PTUN di tingkat pertama dan banding, PTUN memutuskan hasil perhitungan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp 1,3 triliun dalam perkara IM2 adalah tidak sah. Saat itu PTUN menyatakan audit kerugian negara oleh BPKP dalam kasus Indosat-IM2 tidak sah. Pertama, BPKP dinilai tidak berwenang mengaudit badan hukum swasta, seperti Indosat dan IM2.

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, BPKP harusnya memeriksa internal instansi pemerintah, bukan badan usaha atau lembaga-lembaga swasta.

Dengan ditolaknya kasasi dari BPKP tersebut, otomatis putusan PTUN tingkat pertama dan banding yang memutuskan hasil perhitungan BPKP ada kerugian negara Rp 1,3 triliun, tidak berlaku lagi. Asosiasi telekomunikasi menilai terdapat kejanggalan di mana MA bersikukuh menyatakan Indar sebagai pesakitan.

Asosiasi telekomunikasi yang mendukung Indar terdiri atas MASTEL, APJII, ATSI, FTII, ID-WiBB, ID-TUG, Indo WLI, ASPIMTEL, AWARI, IMOCA, ASSI, APJASTEL, APMI, PANDI, APKOMINDO dan ASKALSI. (adt/eno)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER