Jakarta, CNN Indonesia -- Ahli astronomi baru-baru ini menemukan planet yang diklaim sebagai kembaran Venus. Planet ini dinamakan GJ 1132b dan memiliki temperatur yang sangat tinggi, mencapai 260 derajat celsius.
Para ahli astronomi menggunakan susunan perangkat MEarth-South yang terdiri dari 8 teleskop robot. Teleskop-teleskop yang berlokasi di Cerro-Tololo Inter-American Observatory di Chile untuk mendeteksi orbit dan atmosfer dari kembaran Venus ini.
GJ 1132b dapat membuat partikel air pada lapisan atmosfernya 'mendidih' dengan temperaturnya yang tinggi, namun partikel tersebut akan tetap menjadi penyusun atmosfer yang kuat, seperti yang terjadi di Venus. Inilah yang membuat planet baru ini disebut sebagai kembaran Venus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bila kita ingin mempelajari atmosfer suatu planet ini, adalah suatu hal yang mudah ketika planet memiliki orbit yang kecil dan bintang yang dingin, seperti GJ 1132b yang mengitari 'red dwarf'," jelas ahli astronomi dari Massachusetts Institute of Technology yang ditulis dalam BBC News.
GJ 1132b mengitari sebuah bintang yang disebut sebagai 'kurcaci merah', sebuah bintang yang lebih kecil dan lebih dingin daripada matahari. Dengan diameter 14.800 km
Banyak fakta unik dari penemuan GJ 1132b ini. Planet yang memiliki ukuran 16 persen dari besar bumi ini memiliki waktu yang singkat untuk mengitari orbitnya. GJ 1132b hanya membutuhkan waktu 1,6 hari untuk mengitari orbitnya yang hanya berjarak sekitar 2,2 km.
GJ 1132b terletak sejauh 39 tahun cahaya atau 370 triliun km dari bumi. Planet ini juga terletak di luar sistem tata surya kita dan termasuk ke dalam eksoplanet.
Sampai saat ini, ahli astronomi masih terus meneliti kandungan atmosfer dari planet yang memiliki diameter sebesar 14.800 km ini. Sekalipun planet ini terlalu 'hangat' untuk menjadi tempat hunian, para peneliti akan terus menyelidiki atmoster GJ 1132b.
“Bila planet ini masih memiliki lapisan atmosfer, nantinya kita bisa mempelajari lebih mendalam terkait molekul-molekul penyusun atmosfernya. Dan mungkin saja kita menemukan molekul-molekul penyusun atmosfer yang ternyata dapat mendukung kehidupan”, jelas Zachory Berta-Thompson dari Kavli Institute for Astrophysics and Space Research MIT.
(tyo)