Jakarta, CNN Indonesia -- Langit pada pertengahan November akan kembali dihiasi oleh hujan meteor Leonid. Puncak fenomena hujan meteor Leonid yang diperkirakan akan berlangsung pada Selasa (17/11) dan Rabu (18/11) ini dapat dilihat pada waktu dini hari.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin, saat dihubungi CNN Indonesia pada Senin (16/11). “Waktu terbaik untuk melihat hujan meteor ini yaitu antara pukul 2 dini hari hingga subuh.”
Fenomena hujan meteor ini sebenarnya merupakan debu atau serpihan komet 55P atau yang memiliki sebutan Tempel-Turtle. Debu serta runtuhan komet ini akan menyatu ketika memasuki atmosfer Bumi dan menghiasi langit sehingga terlihat seperti “bintang jatuh."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Thomas, ada tiga syarat utama untuk bisa menyaksikan fenomena yang selalu menjadi “pertunjukan langit” tahunan ini. “Pertama, dibutuhkan cuaca yang cerah. Kedua, medan pandang tidak terhalang oleh bangunan-bangunan atau hal lainnya. Ketiga, penglihatan tidak terganggu dengan polusi cahaya,” jelas Thomas.
Di Indonesia sendiri, fenomena ini bisa disaksikan dari seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali di sebelah timur hingga timur laut di langit.
Tahun ini, fenomena hujan meteor Leonid akan menghiasi langit bersama dengan indahnya cahaya bulan sabit, seperti dikemukakan oleh NASA pada USA Today.
Meteor-meteor dari konstelasi bintang Leo ini akan menuju bumi dengan kecepatan paling tinggi dibandingkan dengan hujan-hujan meteor lainnya, yaitu mencapai mencapai 254.000 kilometer per jam.
Bila sebelumnya pada tahun 1966 hujan meteor Leonid ini terkenal sebagai “badai meteor” yang menghasilkan lebih dari 3.000 meteor setiap jamnya, tahun ini diperkirakan hujan meteor hanya akan menghasilkan puluhan “bintang jatuh” di langit setiap jamnya.
“Dahulu, hujan meteor ini disebut sebagai “badai meteor” karena bumi berdekatan dengan komet sumbernya. Untuk tahun ini, fenomena hujan meteor Leonid akan menjadi fenomena tahunan biasa yang menghasilkan meteor dalam jumlah yang normal setiap jamnya,” jelas Thomas.
(adt/eno)