Jakarta, CNN Indonesia -- Para mitra Gojek melaporkan PT Gojek Indonesia ke Komnas HAM. Salah satu tuntutannya adalah memberikan kejelasan status karyawan bagi pengemudi Gojek yang jadi mitranya.
Koordinator aksi Fitrijansjah Toisutta, UU Ketenagakerjaan tidak mengatur soal kemitraan antara perusahaan dengan individu. Sementara Gojek berpegang pada perjanjian kerja dengan pengemudi untuk membuat kemitraan.
"Saya bilang tidak bisa, lebih tinggi Undang-undang Ketenagakerjaan dibanding perjanjian kerja. Saya juga bilang kemitraan dengan model begini melanggar UUD 1945," kata Fitrijansjah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa yang dilakukan oleh para pengemudi Gojek ini sebetulnya juga pernah terjadi di Amerika Serikat. Tepatnya para mitra Uber di San Francisco, California, Amerika Serikat.
Uber dan Gojek mempunyai konsep yang nyaris serupa yakni penyedia jaringan transportasi.
Seperti Gojek juga, Uber menerapkan metode bagi hasil di mana 80 persen pendapatan per transaksi masuk ke kantung pengemudi dan 20 persen masuk ke Uber.
Pada sidang yang dilakukan Jumat (30/1) silam, Hakim Distrik AS Edward Chen mengatakan bahwa selama ini pengemudi telah melayani tujuan bisnis Uber dan seharusnya tidak menjadi pekerja lepas.
"Gagasan bahwa Uber hanya sebuah platform peranti lunak, penyedia layanan dan tidak ada yang lain, saya tidak menemukan bahwa argumen yang sangat persuasif," kata Chen seperti dikutip dari
Reuters.
Sebelumnya, seorang Hakim Distrik AS Vincent Chhabria berkata untuk memutuskan pengemudi Uber pekerja lepas atau karyawan kontrak "sangat sulit" untuk diputuskan.
Para pengemudi meminta agar Uber mempertimbangkan mereka menjadi karyawan sehingga bisa menerima persentase tertentu dari setiap transaksi. Mereka mempersilakan Uber untuk memeriksa latar belakang kehidupan.
Uber memberi perlawanan bahwa dengan hubungan pekerja lepas seperti sekarang para pengemudi dapat mengontrol jadwal mereka sendiri dan tidak harus bekerja di suatu daerah.
Nah, Gojek juga melakukan perlawanan yang serupa. Menurut mereka, para pengemudi itu hanyalah mitra yang bisa keluar kapan saja. Vice President PT Gojek Tadeus Nugraha menyarankan agar para pengojek yang tidak menerima sistem kemitraan dengan PT Gojek untuk memutus kerja sama.
"Kalau menurut mereka hidup menjadi driver Gojek tidak bahagia, ya monggo, putus saja kemitraannya. Tapi bukan berarti kami memecat karena ini sifatnya kemitraan," kata Tadeus.
(tyo/eno)