Jakarta, CNN Indonesia -- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menegaskan tak memandang pemain
Over The Top (OTT) sebagai sebuah ancaman karena sudah menyiapka
n sejumlah jurus menghadapinya.
Walau tak bisa dipungkiri, OTT khususnya asing seperti Netflix, Facebook, WhatsApp dan masih banyak lainnya mulai menggerus pendapatan operator telekomunikasi.
"Kami tak melihat OTT sebagai ancaman, tetapi peluang baru yang harus digarap. Salah besar kalau ada yang anggap Telkom takut dengan OTT. Kami itu hanya mau
fair in running business," tegas Direktur Konsumer Telkom Dian Rachmawan, di Jakarta, Kamis (11/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun, seharusnya operator telekomunikasi dengan mengandalkan keunggulan infrastruktur, sumber daya manusia dan finansial yang masih dimilikinya mempunyai peluang untuk mengambil peluang yang sama di bisnis OTT," tambahnya.
Menurutnya, fenomena OTT yang menjalankan layanan dimana sebagian besar gratis dengan 'menumpang' pipa bandwidth milik operator, disikapi berbeda-beda oleh penyedia jaringan.
"Ada yg melihat sebagai ancaman (pesimis), beberapa menganggap sebagai peluang (optimis) dan sebagian besar pasrah (realistis) melihat serbuan OTT. Kalau Telkom termasuk yang optimis dan melawan balik serangan yang datang. Kita sudah ada strategi menghadapi fenomena ini jauh sebelum ramai-ramai soal OTT sekarang," tegasnya.
Diungkapkannya, ada empat area OTT yang bersinggungan denga operator telekomunikasi. Pertama, OTT
Voice dan OTT
Messaging/Social Media seperti Skype, whatsapp, Line, Viber, KakaoTalk, GoogleTalk, Wechat, dan Telegram. Jenis OTT ini sudah lama menggerus pendapatan suara dan SMS operator.
Sedangkan dua OTT berikutnya yaitu OTT
Content/Video dan OTT
Cloud Computing diyakini akan menjadi OTT dengan pertumbuhan tertinggi dalam waktu dekat.
OTT adalah pemain yang identik sebagai pengisi pipa data milik operator. Para pemain ini dianggap sebagai bahaya laten bagi para operator karena tidak mengeluarkan investasi besar, tetapi mengeruk keuntungan di atas jaringan milik operator.
Seiring perkembangan, OTT digolongkan berbasis kepada aplikasi, konten, atau jasa. Golongan pelaku usaha yang masuk OTT diantaranya Facebook, Twitter, atau Google.
"Kami sedang bertransformasi untuk menangkap peluang bisnis baru tersebut. Pada saatnya nanti, Telkom tidak akan lagi disebut telco, tapi Digital Company (Dico),” katanya.
Dikatakannya, strategi Telkom dalam menghadapi OTT pada 4 area pertarungan itu adalah di layanan suara mempertahankan jasa voice eksisting dan menawarkan kualitas yang lebih baik (cristal clear voice, dll) untuk dapat menarik minat pengguna.
Di media sosial melakukan manage retreat. Di Video/content menawarkan platform internet TV, dan mengajak konten yang haus bandwitdh menjadi salah satu konten yang disalurkan melalui platform internet TV Milik Telkom
Sedangkan di Cloud/IoT/M2M menawarkan platform cloud computing dengan mengoptimalkan infrastruktur milik Telkom. Misalnya, penggunaan data center atau solusi dari TelkomSigma.
(tyo)