Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah perusahaan teknologi yang tergabung dalam Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) meminta pemerintah untuk meneruskan semangat menyusun regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 4G LTE yang antara lain membuka lapangan kerja dan menekan defisit neraca perdagangan.
Menurut AIPTI, agar industri ponsel lokal bisa tumbuh, maka harus dibangun basis aturan yang mengutamakan perakitan piranti keras (hardware).
Namun, hal itu nyatanya tidak didengar pemerintah yang juga memasukkan piranti lunak (software) dalam komponen manufaktur TKDN. Bahkan, ada pilihan agar software bisa dihitung untuk memenuhi seluruh TKDN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Permenperin Nomor 69 Tahun 2014, penghitungan TKDN ponsel 4G diambil dari komponen manufaktur sebesar 80 persen dan 20 persen dari penelitian dan pengembangan atau desain.
Kementerian Perindustrian lalu mengusulkan lima skema batas porsi TKDN untuk hardware dan software. Skema pertama adalah 100 persen hardware untuk kontribusi komponen manufaktur. Skema kedua, 75 persen hardware dan 25 persen software. Skema ketiga adalah hardware dan software masing-masing 50 persen. Skema keempat, 25 persen hardware dan 75 persen. Lalu skema kelima adalah 0 persen hardware dan 100 persen software.
Akibat usulan ini, AIPTI menilai pemerintah saat ini tak sejalan dengan semangat TKDN ponsel 4G karena akan membuat defisit neraca perdagangan dari ponsel terus terjadi. Mereka keberatan dengan skema kelima di atas.
Menurut Ketua Umum AIPTI Ali Soebroto, draf aturan yang diajukan pemerintah itu malah membuka celah bagi vendor asing untuk mengimpor ponsel 4G secara utuh lalu di Indonesia mereka memasukkan software hanya untuk memenuhi skema kelima.
"Impor ponsel berada di peringkat ketiga menghabiskan devisa negara. Pemerintah harus konsisten untuk kepentingan negara," ujar Ali dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (29/2).
Dia menilai bahwa software atau aplikasi sama sekali tidak terkait dengan proses manufaktur atau industrinya.
AIPTI juga menilai bahwa pengerjaan software atau aplikasi pada ponsel hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja yang berarti tak sejalan dengan semangat regulasi TKDN yang hendak membuka lapangan kerja.
Semangat Membuka Lapangan KerjaSemangat membuka lapangan kerja industri ponsel disampaikan oleh pemerintah periode sebelumnya di tahun 2013. Kala itu, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian mengeluarkan aturan yang isinya memabatasi impor ponsel 2G dan 3G juga mewajibkan vendor membangun pabrik atau bermitra dengan manufaktur ponsel dalam waktu tiga tahun sampai 2016.
General Manager Mobile Phone Polytron, Usun Pringgodigdo mengatakan, dari aturan ini para pemain ponsel pintar rama-ramai berinvestasi di Indonesia dan pada akhirnya bisa membuka lapangan kerja.
"Tetapi tiba-tiba ada rencana untuk menghapus aturan yang sebelumnya mewajibkan perusahaan ponsel buka pabrik atau kerjasama dengan manufaktur di sini. Kami sangat kecewa. Padahal sudah investasi," tegas Usun.
Ia berharap pemerintah tetap mewajibkan produsen ponsel untuk bekerjasama dengan pemanufaktur atau membangun pabrik di Indonesia sebagaimana tertera di Permendag Nomor 48 Tahun 2014 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet (Perubahan Kedua atas Permendag Nomo 82 Tahun 2012).
Permintaan AIPTI lainnya, mereka meminta aparat bea dan cukai memperketat diri agar tak ada ponsel ilegal yang beredar di tanah air. Pemerintah dinilai perlu jua memantau perdagangan ponsel di platform
e-commerce yang seharusnya mengikuti aturan pajak dan standar telekomunikasi.
Sejauh ini, Lembaga Survey Independen per Januari 2016 mencatat ada 11 vendor yang telah memenuhi TKDN sebesar 20 persen, yaitu Advan, Haier, Polytron, Acer, Samsung, Oppo, Evercoss, Asus, SPC, Huawei, ZTE, Lenovo, Hisense, dan IndoApps M12.
Dalam Peraturan Menkominfo Nomor 27 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi Berbasis Standar Teknologi LTE, ditetapkan TKDN ponsel 4G pada 2016 harus mencapai 20 persen, dan angka itu akan naik jadi 30 persen pada awal 2017.
(adt/tyo)