Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan penyedia taksi berbasis aplikasi, Uber, terpaksa harus membayar denda US$10 juta atau setara Rp131 miliar atas perintah jaksa pengadilan California, Amerika Serikat, karena tak bisa mengecek kualitas dan latar belakang sopirnya
Jaksa wilayah San Francisco dan Los Angeles menggugat Uber pada 2014 lalu, menyatakan perusahaan peranti lunak itu telah berbohong dengan mengklaim bahwa mereka melakukan pengecekan kriminal terhadap para calon mitra pengemudinya.
Klaim palsu tersebut, menurut para jaksa, juga menyatakan bahwa Uber telah mempolopori industri dengan dilakukannya pengece kan latar belakang para pengemudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip Time, para jaksa penuntut menyatakan proses pengecekan latar belakang yang dilakukan Uber masih "rendah mutunya" ketimbang apa yang dijalani oleh sopir taksi konvensional karena mereka tidak melalui proses cek sidik jari.
Dalam penyelesaian tuduhan ini, Uber mengatakan perusahaan telah membuat banyak perubahan seperti yang jaksa jelaskan. Contohnya, Uber telah berhenti mengklaim bahwa pengecekan latar belakang miliknya adalah yang terbaik.
Hakim di San Francisco sudah menerima penyelesaian kasus tersebut pada Kamis (7/4). Jaksa wilayah turut menambahkan, jika Uber tidak memenuhi syarat pengecekan latar belakang sopir sesuai standar, perusahaan harus membayar kerugian tambahan sebesar US$15 juta atau setara Rp197 miliar.
(tyo)