Jakarta, CNN Indonesia -- Meski didominasi oleh pria, profesi astronaut juga diisi oleh sejumlah awak wanita. Satu hal mendasar yang menjadi pertanyaan besar adalah, apa jadinya jika para wanita yang bertugas di luar angkasa sedang mengalami menstruasi?
Perihal siklus bulanan wanita atau menstruasi menjadi topik 'tak biasa' di kalangan teknisi di NASA, badan antariksa Amerika Serikat.
Banyak hal yang didiskusikan agar bisa mengatasi hal tersebut, hingga akhirnya astronaut Sally Ride menjadi wanita Amerika Serikat pertama yang menyambangi antariksa pada 1983.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang jelas, tampon dan pembalut tidak pernah menjadi bagian dari persiapan perjalanan ke antariksa.
Situs
Science Alert mewartakan, awalnya banyak yang ingin mengirim pasokan 100 tampon untuk misi pertama Ride selama 1 pekan ke antariksa. Namun para teknisi terlihat meragukan hal itu.
Selain para teknisi, para tim medis juga belum mengetahui secara pasti bagaimana kondisi mikrogravitasi mempengaruhi siklus menstruasi.
Muncul pertanyaan seputar bagaimana aliran darah saat menstruasi terjadi -- apakah mengalir kembali ke uterus dan mengakibatkan masalah kesehatan?
Ternyata menstruasi di antariksa tidak jauh berbeda dengan di Bumi. Hal ini bisa dibuktikan dari para astronaut wanita yang telah tinggal dan bekerja di luar angkasa selama beberapa dekade hingga sekarang. Mereka tidak mengalami masalah.
Dari laporan jurnal Microgravity, kebanyakan di antara mereka mengkonsumsi obat kontrasepsi yang bisa melewatkan masa menstruasi selama masa pelatihan dan penerbangan antariksa sekaligus.
Hal tersebut disebabkan sistem pembuangan air di Stasiun Luar Angkasa Internasional (International Space Station/ISS) tidak sepenuhnya dirancang untuk atasi darah menstruasi.
Diketahui sistem toilet di ISS terhubung dengan sistem reklamasi air yang mampu mendaur ulang air seni menjadi air minum, sehingga tidak mungkin ia mengelola darah.
Dianggap Penting Dibahas untuk Misi MarsMeski terdengar tidak ada kendala serius, satu hal yang perlu digarisbawahi: kelangsungan para astronaut wanita di antariksa tidak mengalami masalah ketika sedang dalam masa menstruasi pada dasarnya semuanya menjalani misi durasi pendek.
Nah, tim peneliti kini sedang memikirkan apa yang bakal terjadi jika astronaut wanita melakukan misi durasi panjang, seperti ke Mars.
Selain menggunakan metode obat kontrasepsi tersebut, sebetulnya mereka juga bisa menggunakan perangkat IUD (intrauterine device) yang cara kerjanya dimasukan ke dalam uterus oleh dokter dan bisa bertahan selama 3 sampai 5 tahun.
Kemudian opsi lain adalah melakukan suntikan hormon yang bernama Depo-Provera atau depo shot.
Suntikan depo setidaknya harus dilakukan sekali setiap 12 pekan dan dipercaya aman digunakan selama 2 sampai 3 tahun.
Sementara menurut pakar ginekolog basis Florida Kristin Jackson, metode terbaik untuk melewatkan masa menstruasi adalah dengan pil kontrasepsi atau IUD.
"Sangat aman bagi wanita untuk menggunakan dua opsi itu untuk melewatkan menstruasi mereka," ucapnya.
Ia melanjutkan, "penting untuk tahu bahwa tidak ada metode yang menjamin 100 persen bisa melewatkan menstruasi karena tiap wanita berbeda. Namun ada beberapa metode yang dipercaya, khususnya dua metode itu."
Hal senaada juga diutarakan oleh peneliti dari Centre of Human and Aerospace Physiological Sciences (CHAPS) di King's College London, Varsha Jain.
Jain dan Jackson sama-sama menitikberatkan pada pesawat kargo. Mengangkut pasokan pil kontrasepsi untuk tiga tahun ke antariksa bisa menambah massa.
"Misi eksplorasi tiga tahun sama saja membutuhkan sekitar 1.100 pil, kemasannya tentu saja menambah massa dan pembuangan antariksa," tutur Jain.
Maka persoalan menstruasi pun dianggap perlu dibahas lebih lanjut terkait pengaruh terhadap hormon dan keroposnya tulang di mikrogravitasi apabila ingin mengkonsumsi pil kontrasepsi.
Serta, perlu diadakannya penelitian lebih dalam apa metode terbaik untuk mengatasi hal ini sebelum manusia menjajah planet baru.
(adt)