Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Menjadi ayah untuk pertama kalinya membuat seorang pria bisa merombak total prioritasnya. Mulai dari pengeluaran yang merangkak terus meningkat, sampai dengan pendidikan. Apalagi sekarang, pendidikan tidak hanya didapat dari sekolah, namun orang tua (tentunya), keluarga, teman dan… Internet.
Sebagai pengamat teknologi, paham betul bahwa teknologi adalah suatu hal yang bisa berbuah kebaikan, namun bisa juga merusak.
Internet bisa menjadi sumber informasi, edukasi, inspirasi bahkan monetasi, atau rezeki. Namun, seperti kita tahu juga, Internet bisa menjadi sumber pornografi, kejahatan seperti penipuan, dan banyak hal buruk lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, 2016 adalah tahunnya video untuk Indonesia. Internet semakin cepat, semakin terjangkau adalah salah satu faktornya. Semakin banyak platform yang menyediakan “tampungan” video-video ini selain YouTube seperti Vimeo, Vidio, MeTube, dll.
Faktor yang juga menyebabkan banyaknya
content creator berlomba-lomba membuat konten. Ini sah, bagus malah, namun, bagaimana dengan kontrol?
Banyak content creator berlomba-lomba membuat konten. Ini sah, bagus malah, namun, bagaimana dengan kontrol?Ario Pratomo, |
Begitu banyak YouTuber Indonesia yang semakin banyak memiliki subscribers. Sebut saja Raditya Dika sebagai YouTuber dengan subscriber terbanyak (lebih dari 1.7 juta), atau Edho Zell dengan lebih dari 600 ribu, atau Last Day Production.
Jumlah subscribers yang luar biasa, dan masih banyak lagi di club silver, atau yang telah melebihi 100 ribu
subscribers. Di sini kita belum menghitung jumlah
views atau
minutes dari setiap video yang para YouTuber ini buat. Pertanyaannya, apakah semua ini pantas untuk ditonton?
Konten yang hadir di YouTube banyak berkisar di komedi, review dari produk atau karya, tips & trik, lagu, film pendek, prank, hingga akhir-akhir ini.… vlog atau video blog.
Konten yang beragam ini memberikan pilihan yang lebih banyak untuk penonton, kebebasan untuk memilih dan menikmati begitu banyak varian. Begitu banyak varian, siapa yang menjaganya dari pengaruh negatif Internet?
Media konvensional memiliki KPI. Bagaimana dengan YouTube? YouTube sendiri sedikit banyak menjaga konten yang berbau SARA atau pornografi dengan sistem laporan dari penonton. Tapi, sejauh apa? Siapa yang akan menjaga dari konten yang berhubungan dengan pelecehan seksual, vlog atau review dengan kata-kata kasar?
Kita sebagai orang tua juga berperan penting dalam menjaga apapun yang dilihat anak. Sebisa mungkin memberikan edukasi yang bisa menjaga bahkan walau kita tidak sedang berada di dekat mereka.
YouTube telah melakukan tugasnya, namun KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) untuk YouTube tidak ada, sisanya adalah kita sebagai orang tua, atau keluarga/kerabat untuk saling menjaga.
Dan sebagai
content creator, kita pun harus sadar bahwa akan tiba waktunya kita akan perlu menjaga konten yang kita buat. Entah itu menghibur, menginspirasi, menyentuh atau apapun itu, sebaiknya dalam norma dan etika yang ada. Jagalah konten, jagalah pengaruhnya, jagalah sesama.
Sebagai
content creator kita harus bisa bertanggung jawab akan isinya.
Be authentic & honest. Hindari plagiat, tunjukkan karakter yang kuat dan integritas yang tinggi.
Ini bukan jeritan dari seorang
YouTuber yang merasa dirinya sudah lebih baik dari orang lain, melainkan orang tua yang peduli akan dunia dimana anaknya akan tumbuh.
Dunia yang bersahabat, beretika, aman, tetap kreatif namun bertanggung jawab. Semoga didengar.
(tyo/eno)