Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mendukung dua opsi komposisi unsur Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang diusulkan Kementerian Perindustrian untuk perangkat 4G LTE, berupa 100 persen peranti keras
(hardware) dan 100 persen peranti lunak
(software).Opsi komposisi ini diajukan pemerintah untuk memenuhi regulasi bagi semua ponsel 4G LTE yang beredar di Indonesia harus mengandung TKDN sebesar 30 persen pada 1 Januari 2017.
Di tengah-tengah perdebatan soal pengerucutan dua skema tersebut, Rudiantara mengaku ia mendukung penuh dua skema usulan Kemenperin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya dukung keduanya, terutama yang 100 persen
software," ucap Rudiantara di Jakarta, Kamis (16/6).
Ketika ditanya alasannya, Rudiantara lagi-lagi menjelaskan soal 'mimpinya' untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang bukan lagi
"blue collar".
Blue collar atau kerah biru yang dimaksud Rudiantara merujuk pada pekerja kasar atau buruh pabrik. Lawan dari blue collar adalah
white collar alias kerah putih yang artinya pekerja dengan keterampilan khusus.
"Saya ingin Indonesia tidak jadi
blue collar lagi. Karena nanti kalau diadu-adu dengan global brand, berapa biaya produksi Indonesia dengan negara asing, lalu kita terus menekan di hardware semurah-murahnya, ya sudah tidak ada lagi kekuatan," sambung menteri yang akrab disapa Chief RA itu.
Menurutnya, kekuatan Indonesia itu terletak di sumber daya manusia (SDM) karena jumlah orang yang banyak.
Lebih lanjut, ia menanggapi polemik yang mengatakan apabila skema 100 persen
hardware dan 100 persen
software mampu menghambat investasi asing yang sudah tertarik ke Indonesia, pun begitu yang kira-kira memutuskan untuk hengkang dari Tanah Air.
"Ya, saya menyesali kalau sampai ada yang keluar (dari Indonesia). Tapi, ya kalau memang karena ada hal berkaitan dengan bisnis, ya namanya juga bisnis," imbuhnya.
Berdasarkan usulan baru yang diajukan Kemenperin, skema pertama berupa 100 persen
software memungkinkan perangkat ponsel 4G LTE tidak dibuat di Indonesia, atau sepenuhnya dirakit dan diimpor dari luar negeri.
Pemerintah akan menghitung TKDN pada ponsel macam ini dari
software yang dipasangkan, di mana 100 persen dari
software itu merupakan kandungan lokal.
Software tersebut bisa berupa sistem operasi maupun aplikasi pendukungnya, dan bisa pula berupa investasi pusat penelitian dan pengembangan
software.
Kendati demikian, Kemenperin mengusulkan, perangkat yang mengambil jalur 100 persen
software harus membanderol produknya dengan harga tinggi, yang artinya harus dibatasi nilai harganya ketika masuk pelabuhan bongkar. Batasan nilai itu sampai sekarang belum ditentukan dan masih meminta pertimbangan dari para pemangku kepentingan.
KontroversialWakil Ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) Lee Kang Hyun, beberapa waktu lalu menuturkan, mustahil apabila perangkat 4G LTE harus lolos TKDN jika melihat dari komponen 100 persen
software atau 100 persen
hardware. Hal itu berangkat dari sisi produksi pabrik yang sudah berjalan, hingga investasi asing yang awalnya sudah tertarik berkontribusi di Indonesia.
Lalu dari Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) juga mengkritik usulan 100 persen
software, yang dinilai mempersilakan vendor asing mengimpor ponsel utuh dari luar negeri. Ini sama saja memberi celah untuk tidak membangun pabrik atau bekerjasama dengan pemanufaktur dari Indonesia.
Dalam usulan baru, pemerintah juga menawarkan agar ponsel 4G LTE memakai unsur 100 persen
hardware. Vendor yang mengambil jalur ini bisa membangun pabrik sendiri atau bermitra dengan perusahaan manufaktur untuk merakit ponsel di Indonesia.
Direktur Jenderal Industri, Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, ponsel macam ini tidak akan memiliki batasan harga. Pemerintah mempersilakan produsen terkait untuk menjual produk dengan harga murah maupun premium, tergantung pertimbangan bisnis.
Dua opsi di atas masih memungkinkan ada kombinasi 10 persen komponen
hardware dalam skema 100 persen TKDN
software. Sebaliknya, pemerintah juga mengizinkan vendor dengan 100 persen TKDN
hardware melakukan kombinasi kandungan lokal
software dengan bobot maksimal 10 persen.
(adt)