Jakarta, CNN Indonesia -- Transparansi Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam penyusunan tarif interkoneksi baru menuai keraguan dari Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra). Fitra menilai Kemkominfo perlu membuka proses terbentuknya penurunan tarif interkoneksi.
"Kalau tidak ada kepentingan tertentu, ya dibuka saja ke publik," ucap Apung Widadi, Manajer Advokasi dan Investigasi Fitra kepada wartawan di gedung Ombudsman, Senin (5/9).
Fitra mengadukan dugaan maladministrasi yang dilakukan kementerian pimpinan Rudiantara ke Ombudsman untuk mencegah potensi pelanggaran dan kerugian yang dapat timbul dari pemberlakuan Surat Edaran No.1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 yang mengatur penurunan tarif interkoneksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kekhawatiran Fitra terhadap transparansi Kemkominfo menguat lantaran permintaan Ombudsman untuk melihat surat edaran tersebut tak berbalas. Padahal permintaan Ombudsman tertuang dalam undang-undang keterbukaan informasi publik.
"Tapi yang paling penting sebenarnya melihat di surat edaran tersebut bagaimana perumusan tarif interkoneksinya. Itu yang kemudian tidak transparan," pungkas Apung.
Pengaduan ke Ombudsman tak hanya datang dari Fitra. Apung menyebut sebelumnya telah terdapat aduan dari masyarakat soal keberatan penurunan tarif interkoneksi. Lebih lanjut Apung mengatakan bahwa Ombudsman sudah melakukan kajian mengenai penyimpangan dalam penyusunan aturan.
Berdasarkan penghitungan Fitra, apabila tarif baru benar-benar diterapkan maka negara akan mengalami kerugian sebesar Rp51,6 triliun. Angka itu diperoleh dari nilai pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan penerimaan negara bukan pajak, yang hilang ke kas negara selama 2017-2022.
Masih dalam kajian Fitra, perekonomian negara akan terganggu karena laba bersih BUMN Telekomunikasi akan turun hingga Rp79 triliun. Sedangkan pembangunan infrastruktur telekomunikasi akan mandek karena investasi bakal turun Rp19,5 triliun.
Nilai tersebut cukup besar bagi keuangan negara mengingat pemerintahan Joko Widodo yang memiliki target penerimaan pajak yang tinggi dengan menerbitkan berbagai instrumen pajak seperti Tax Amnesty.
Polemik tarif interkoneksi bermula dari aturan baru Kemkominfo yang tertuang di Surat Edaran No.1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 yang memangkas rata-rata tarif interkoneksi sebesar 26 persen.
Kemkominfo mematok tarif interkoneksi baru Rp204 dari Rp250 untuk panggilan suara jaringan seluler (mobile) ke jaringan tetap, seluler, maupun memanfaatkan satelit, dalam cakupan lokal.
Sementara untuk tarif interkoneksi dari panggilan suara jaringan tetap ke jaringan tetap cakupan lokal, biayanya Rp125, lalu ke seluler Rp196, dan yang memanfaatkan satelit Rp198
Protes keras penurunan tarif interkoneksi datang dari Telkom dan Telkomsel yang justru berharap tarif naik jadi Rp285. Sementara itu, Indosat dan XL Axiata dikabarkan telah memberlakukan pemangkasan tarif interkoneksi.
(adt)