Jakarta, CNN Indonesia -- Untuk menggenjot nilai transaksi perdagangan berbasis elektronik, Kementerian Komunikasi dan Informatika beserta 11 kementerian dan lembaga terkait tengah menggodok aturan mengenai peta jalan e-commerce 2015-2019.
"Peta jalan e-commerce disusun untuk mendukung pembangunan ekosistem industri e-commerce lokal agar Indonesia bisa menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2002," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito di Jakarta.
Aturan terkait peta jalan akan diawasi langsung oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang disusun dengan melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perhubungan, Badan Koordinasi Penanaman Modal Asing (BKPM), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Pos Indonesia, Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), Asosiasi Perusahaan Nasional Pengiriman dan Pengantaran Barang Indonesia (Aperindo) beserta pelaku e-commerce.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peta jalan yang disusun akan mencakup tujuh topik penting yakni pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, infrastruktur komunikasi, logistik, edukasi, dan sumber daya manusia, serta keamanan siber.
Dengan adanya aturan mengenai transaksi berbasis elektronik, Mendag berharap adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi digital terutama bagi di kalangan pengguna internet
mobile di Indonesia.
"Saat ini total nilai e-commerce global mencapai US$16,6 triliun di tahun 2015. Sekitar US$15 triliun berasal dari korporasi dan US$1,6 triliun dari konsumer," imbuhnya.
Merujuk data yang dirilis Moody Analytics & Visa, nilai transaksi e-commerce di Indonesia pada tahun 2015 mencapai Rp150 triliun. Hingga akhir tahun ini nilai tersebut diprediksi akan mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp250 triliun.
Ditemui di kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengaku sudah menandatangani draf peta jalan e-commerce.
"Kebijakan ini (
roadmap e-commerce) diharapkan bisa rampung paling lambat pertengahan tahun 2018 untuk mencapai target nilai transaksi mencapai US$130 miliar dan misi sebagai negara dengan eknomi digital terbesar di Asia Tenggara," ungkap Rudiantara.
Untuk mencapai misi tersebut, Rudi mengatakan ada beberapa fase penyusunan aturan yang harus disiapkan oleh kesemua pihak yang terlibat.
"Pemerintah tidak bisa buat aturan sendiri karena ini dibuat untuk pemain e-commerce jadi mereka harus diajak bicara," imbuh Rudi.
Terkait dengan aktivitas belanja daring, Rudi mengatakan sejauh ini masyarakat kerap mengidentikkan e-commerce dengan fesyen dan perangkat pintar. Padahal menurutnya, saat ini bisnis pariwisata melalui pemesanan tiket pesawat secara daring justru menjadi transaksi yang sudah sepenuhnya menerapkan sistem daring.
"Saat ini hanya industri pemesanan tiket yang tak lagi melalui jalur fisik, semua sudah
online mulai dari pemesanan, pembayaran, hingga pemilihan tempat duduk. Sejauh ini masih banyak masyarakat yang beranggapan kalau belanja daring itu hanya beli baju, ponsel dan lainnya, padahal ada layanan yang nilainya lebih besar dari itu," tutup Rudi.
(evn)