Peneliti AS Bikin Mesin Pintar Pelacak Berita Hoax

Bintoro Agung Sugiharto | CNN Indonesia
Kamis, 22 Des 2016 17:47 WIB
Hoaxy mampu menelusuri asal-usul berita hoax bisa menyebar. Ia juga diklaim bisa membedakan tulisan satire, berita hoax, hingga teori konspirasi.
Ilustrasi. (BreakingPic/Pexels)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah peneliti dari Indiana University, Amerika Serikat, menciptakan Hoaxy, mesin pencari yang ditujukan untuk mengurangi penyebaran berita palsu. Mesin ini mampu melacak asal-usul sebuah berita hoax yang menyebar.

Karena kemampuannya lebih bersifat penelusur, Hoaxy sengaja tidak dibuat untuk memberi label sebuah tulisan asli atau palsu. Ia hanya bisa menunjukkan bagaimana sebuah artikel yang mencurigakan menyebar dan mengarahkannya ke situs penguji fakta.

"Tidak ada penilaian editorial. Kami tidak mengklaim atau memeriksa atau mengatakannya benar atau salah," ujar Filippo Menczer yang mengepalai proyek Hoaxy.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Kantor berita Reuters mewartakan, Hoaxy yang berada di situs hoaxy.iuni.iu.edu bisa diakses luas oleh jurnalis, peneliti, dan publik. Kadar kebenaran suatu informasi apa pun bisa diukur dengan mesin ini.

Dibantu oleh organisasi media dan situs penguji fakta, Hoaxy diklaim sanggup membedakan mana tulisan satire, berita hoax, atau teori konspirasi. Ia juga bisa dipakai untuk melacak sebuah tulisan yang ada di Twitter maupun Facebook.

"Anda bisa mengamati siapa yang jadi pusatnya, penyebar utamanya, dan pihak-pihak yang menyebar klaim dan melakukan uji fakta atasnya," sambung Menczer.

Menczer semula melihat rangkaian berita palsu ini sebagai fenomena. Ia mengadakan eksperimen untuk membuktikannya beberapa tahun lalu. Setelah membuat situs web yang berisi berita palsu mengenai selebriti, tak lama ia menerima cek atas pendapatan iklan dari situs eksperimennya itu.


"Eksperimen tadi menunjukkan bagaimana internet memonetisasi beria palsu," kata Menczer.

Menurut Menczer, media sosial berperan penting dalam penyebaran informasi yang bersifat propaganda dan menyesatkan. Setelah pemilihan presiden AS yang lalu, berita palsu jadi perhatian publik luas di sana.

"Media sosial membuat saya kemungkinan lebih mudah terekspos informasi palsu yang cenderung saya yakini," pungkasnya. (hnf)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER