Jakarta, CNN Indonesia -- Paci berusaha mengatur pola napasnya melalui selang plastik yang biasa digunakan untuk menyelam lengkap dengan kacamata
goggle. Tugasnya mengeruk dasar laut demi timah, sebuah komponen penting untuk ponsel pintar.
Bangka dan Belitung. Pulau indah yang bersemayam di bumi Pertiwi. Pulau yang dikenal kaya akan timah ini menjadi sasaran jitu bagi industri teknologi untuk melengkapi komponen perangkat pintar yang selalu dinanti konsumen.
"Ini pekerjaan yang sangat bahaya, risikonya besar sekali," ujar Paci kepada
AFP saat ia kembali ke permukaan setelah menyelam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Paci, salah satu kru pertambangan di Bangka yang melimbang sedimen gelap untuk memisahkan pecahan timah.
 Kondisi pengerukan Timah di Babel (Foto: Nick PERRY) |
Banyak penambang tak berlisensi di Bangka yang berlayar menggunakan kapal nelayan dengan harapan menemukan pendapatan baru. Tentunya tanpa bekal pengalaman mumpuni.
Pendapatan Paci US$15 per hari untuk bekerja di dasar laut, mengeruk timah.
"Tapi apa yang akan Anda lakukan? Ini hidup saya, dan ini pekerjaan saya," imbuh Paci.
Menurut organisasi Tin Working Group yang diisi oleh perusahaan elektronik, lembaga timah, dan aktivis, setidaknya ada satu penambang meninggal dunia di Bangka dan Belitung karena tidak ada proteksi saat menjalankan pekerjaannya.
Semua demi timah.
Sepertiga timah di dunia memang berasal dari Bangka dan Belitung.
Berdasarkan pengakuan seorang penambang, empat orang yang bertugas dalam satu hari dipercaya bisa menghasilkan 30 kilogram bijih timah.
Sementara data dari Industrial Technology Research Institute (ITRI) menunjukan bahwa setengah dari timah yang ditambang ditransformasi menjadi solder atau patri untuk kepentingan industri elektronik.
Tentu saja patri timah ini berjasa besar bagi terciptanya produk
best-selling ponsel pintar, laptop, dan komputer tablet di pasar global.
Meski terlihat 'heroik', eksploitasi timah ini turut menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Belum lagi para penambang yang harus kehilangan nyawanya saat berjuang mengeruknya.
Masih dari
AFP, timah di Indonesia kerap disebut sebagai "
conflict free", agar tak ada larangan perdagangan atas penggunaannya.
Menurut Evert Hassink dari organisasi Friends of the Earth Netherlands, sejumlah perusahaan teknologi tak banyak upaya untuk menjamin lingkungan Bangka tidak rusak.
"Perusahaan-perusahaan itu bahkan tidak tahu selama ini sumber timah yang mereka keruk itu seperti apa kondisinya," kata Hassink.
 Pengolahan timah (Foto: AFP/Nick PERRY) |
Di sisi lain, perusahaan besar seperti Apple, Samsung, Microsoft, dan Sony dilaporkan telah berjanji untuk mendukung penerapan penambangan di Bangka dan Belitung.
Apple bahkan telah menyatakan bahwa perusahaan menghabiskan ribuan jam di Indonesia demi meningkatkan situasi kerja para karyawan dan lingkungan.
"Pemasok yang tidak bersedia memenuhi standar kami akan diputus kerjasamanya dari rantai pemasok kami," kata Apple.
Secara terpisah, perwakilan organisasi Walhi, Retno Budi tampak skeptis. Ada lubang raksasa untuk tambang di wilayah pedalaman di Sungailiat di Bangka. Retno mengatakan, kawasan itu pernah dijanjikan kembali dilestarikan dari proyek penambangan.
"Mereka bilang akan memulihkan pulau itu kembali. Saya belum melihat tindakan itu," katanya. "Hingga hari ini belum ada upaya memperbaiki apapun di sana."