Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan pemblokiran situs pemberitaan palsu bukan jalan yang paling efektif.
Dia mengibaratkan pemblokiran situs berita palsu sebagai upaya menyembuhkan orang sakit. Dia menuturkan cara yang lebih efektif adalah upaya kelompok masyarakat yang bisa menyaring informasi mereka sendiri.
“Kami tak fokus ke pemblokiran. Jumlah yang diblokir banyak itu bukan keberhasilan,” kata Rudiantara usai memberikan sambutan dalam pelatihan soal mengidentifikasi berita palsu yang digelar Google News Lab dan Dewan Pers, Kamis (2/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan keberhasilan itu adalah ketika pihaknya mampu mengurangi konten-konten yang akan diblokir. Rudiantara mengatakan hal lain adalah ketika kelompok masyarakat dapat melakukan penyaringan terhadap dirinya sendiri.
Diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informasi mengidentifikasi sedikitnya 800.000 situs penyebar fitnah ada di Indonesia. Walaupun demikian, kementerian tersebut tak bisa mengidentifikasi berapa jumlah pemilik akun sosial yang menyebarkan berita hoax.
Di sisi lain, dia menuturkan distrust atau ketidakpercayaan menjadi kini menjadi masalah bagi media massa. Hal itu juga berkaitan dengan berita fitnah atau justru menjadi corong pemerintah.
“Media massa memiliki masalah
distrust. Media massa
mainstream dianggap corong pemerintah,” kata Rudiantara.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo sebelumnya menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan terhadap media daring yang memproduksi berita bohong. Dia mengungkapkan banyak ujaran kebencian dan pernyataan yang mengandung fitnah.
“Kita harus evaluasi media-media online yang sengaja memproduksi berita- berita bohong tanpa sumber yang jelas, dengan judul yang provokatif,” kata Jokowi pada Desember lalu.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi juga meminta agar ada gerakan yang masif untuk melakukan literasi, edukasi, dan menjaga etika, menjaga keadaban dalam bermedia sosial.
(tyo)