Jakarta, CNN Indonesia -- Perwakilan dari Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure/Coordination Center (ID-SIRTII) Adi Jaelani, mengimbau masyarakat atau lembaga yang terserang
malware Ransomware WannaCry untuk menolak membayar tebusan yang diminta sang penyebar virus.
Adi menuturkan, membayar uang tebusan tak menjamin si pemilik program jahat ini akan mengembalikan dokumen atau
file yang berhasil ia curi.
“Pokoknya jangan dibayar. Kalau dari kasus-kasus sebelumnya, pelaku akan main-main dan menarik ulur. Mereka akan minta tebusan lebih banyak dan ujung-ujungnya
file tetap ditahan,” ujar Adi usai konferensi pers di Jakarta, Minggu (14/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ransomeware WannaCry berhasil melumpuhkan sedikitnya 130 ribu jaringan komputer instansi perusahaan/pemerintah di 100 negara di dunia, termasuk Indonesia. Gejala penyebaran virus ini mulai terdeteksi menyebar sejak Kamis (11/5) pekan ini.
Virus jenis
malware ini merupakan salah satu program jahat yang bisa mengunci data pada komputer yang terinfeksi. Virus ini lalu meminta pengguna membayar sebesar US$300 dolar dalam bentuk Bitcoin virtual sebagai tebusan agar dokumen yang disandera atau dikunci bisa dibuka kembali.
 Penyebar virus WannaCry meminta korbannya untuk membayar uang tebusan melalui Bitcoin agar datanya bisa dikembalikan. (Reuters/Mike Blake) |
Sejauh ini, tutur Adi, belum ada ahli IT ataupun teknologi antivirus yang bisa mendekripsi atau mengembalikan
file-file yang telah dicuri oleh Ransomware WannaCry ini.
“Seluruh ahli IT masih berupaya mencari penangkal virus ini. Sekarang yang terpenting adalah mengamankan data penting dan mengantisipasi penyebaran virus lebih luas lagi,” katanya.
Senada dengan Adi, salah satu pendiri organisasi Information and Communication Technology Watch (ICT Watch) Donny B.U, mengimbau masyarakat yang terdampak serangan siber ini untuk tak panik dan tak membayar tebusan.
Menurut Donny, membayar tebusan hanya akan memudahkan si pembuat program jahat ini mengembangkan virus yang lebih canggih lagi di masa depan.
“Jangan bayar tebusan. Serangan ini sama saja seperti serangan teroris. Kalau kita bayar tebusan, mereka akan menjadi lebih masif lagi di masa depan,” katanya.
Inggris, Rusia, dan India menjadi negara-negara yang paling dirugikan dalam serangan siber global yang disebut Badan Keamanan Eropa (Europol) belum pernah terjadi sebelumnya ini.
Di Inggris, sebanyak 45 fasilitas kesehatan nasional (NHS) terinfeksi virus ini, membuat sejumlah rumah sakit harus membatalkan operasi dan program perawatan pasien.
Di Rusia,
malware ini dilaporkan menyerang sedikitnya 1.000 komputer di beberapa kementerian, begitu juga dengan Bank Sentral dan sistem kereta api negara itu.
Sementara Di Indonesia, virus WannaCry ini mulai terdeteksi pada Jumat sore (12/5). Berdasarkan laporan yang diterima oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sejauh ini virus tersebut baru terdeteksi menyerang sistem komputer Rumah Sakit Harapan Kita dan Rumah Sakit Dharmais.
Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Samuel A. Pangarepan, pemerintah telah menurunkan tim untuk menanggulangi serangan siber ini.
Hingga kini, Kominfo belum mengetahui berapa kerugian yang ditimbulkan dari insiden tersebut.
“Sekarang sistem operasioanl RS Darmais sudah jalan lagi meski masih manual. Kerugian dan fatalitas serangan ini belum bisa terdeteksi. Virus ini menyerang data kita, jadi tergantung seberapa penting data kita yang terinfeksi,” ujar Samuel.
“Kalau data krusial yang terinfeksi, ya dampaknya krusial. Makanya, diharapkan, seluruh pihak rajin mem-back up sistem dan dokumen penting,” katanya.