Terbelah Menyikapi Pemblokiran Telegram

CNN Indonesia
Minggu, 16 Jul 2017 23:42 WIB
Pemblokiran situs layanan chatting Telegram menuai pro dan kontra. Ada yang mendukung, ada juga yang menilai pemblokiran merupakan bentuk kegagalan pemerintah.
Langkah pemerintah memblokir Telegram dinilai merupakan kemunduran teknologi. (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan pemerintah memblokir layanan Telegram menuai pro-kontra. Mereka yang mendukung menganggap langkah blokir patut dilakukan, sementara yang kontra menilai keputusan pemerintah otoriter.

Pemerintah resmi membekukan layanan Telegram, Jumat (14/7). Meski pemblokiran masih sebatas di versi situs web, keputusan itu terbilang diambil dalam waktu relatif cepat. Alasan utama yang dipakai pemerintah, adalah maraknya konten terorisme di Telegram. Jumlah konten yang beredar pun diklaim mencapai ribuan.

Donny Budi Utoyo, pendiri ICT Watch, menilai langkah pemerintah membekukan layanan Telegram sudah tepat. Sikap tegas pemerintah, katanya, sanggup memaksa Telegram untuk mengikuti keinginan pemerintah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Donny merujuk pada pernyataan terbaru CEO Telegram Pavel Durov yang didistribusikan di kanal aplikasi. Dalam pesan itu, Durov mengaku lalai dalam merespons koordinasi dari pemerintah Indonesia.

"Artinya tujuannya bukan sebatas menanggal konten tapi mengajak pihak Telegram urun rembug," kata Donny melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Minggu (16/7).
Sedangkan, Wakil Presiden ID SIRTII Bisyron Wahyudi menyatakan, pemblokiran lebih bersifat peringatan kepada penyelenggara layanan. Itu sebabnya pembekuan layanan hanya terjadi di versi web, tak sampai ke aplikasinya.

Namun Bisyron tak sepenuhnya sependapat dengan pemblokiran. Menurutnya selama masih ada cara selain blokir, pemerintah perlu mencobanya terlebih dahulu.

"Justru kita menyarankan cara-cara alternatif selain blokir karena Telegram banyak digunakan komunitas-komunitas IT dan start up UMKM," imbuh Bisyron.

Kendati begitu Bisyron agak memaklumi langkah pemerintah. Ia melihat Kominfo kesulitan menerima tanggapan dari pihak Telegram sebelum layanan web Telegram diblokir.

"Mungkin itulah cara yang diambil Kominfo untuk mendapat perhatian dari Telegram. Untuk bisa bekerjasama menangkal konten-konten yang tidak diinginkan," ujar Bisyron.
Sementara, Pakar marketing digital Anthony Leong berpendapat pemblokiran situs yang beralamat di web.telegram.org, merupakan bentuk kemunduran. Kata dia, langkah Kemkominfo memblokir Telegram kurang tepat.

"Gagal paham jika langsung diblokir, ini kemunduran teknologi di tengah kemajuan zaman. Jika memang ada keluhan soal konten bisa langsung disurati ke Telegram, tapi nyatanya sampai sekarang menurut CEO Telegram belum menerima permintaan resmi dari Indonesia," kata Anthony.

Kata dia, banyak kerugian yang dialami masyarakat jika telegram dan aplikasi media sosial ditutup dari segi pertumbuhan ekonomi.

"Bagaimana kita bisa terus berkembang dalam ekonomi jika media sosial nantinya ditutup. Ini telegram ditutup saja berapa banyak UMKM yang merugi, berapa banyak pedagang online yang omsetnya turun signifikan," tegas Anthony.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER