4 Hal yang Ganjal Adopsi Kota Pintar di Indonesia

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Jumat, 01 Sep 2017 05:15 WIB
implementasi smart city seperti dibangun tanpa dasar dan tampak hanya berupa klaim semata.
Ilustrasi (Foto: Google)
Jakarta, CNN Indonesia --
Kata smart city telah lama digaungkan. Tiap daerah di Indonesia pun lantas berlomba untuk membuat kota/ kabupaten dan propinsi mereka ikut andil jadi bagian dari tren ini. Kementerian Komunikasi dan Informatika, BUMN, hingga pihak swasta pun tak jarang mengadakan ajang kompetisi untuk mengukur keunggulan smart city yang sudah dibuat tiap daerah di Indonesia. 

Nama-nama kota besar seperti Surabaya atau Jakarta kerap keluar jadi jawara dalam kompetisi-kompetisi ini. Seminar terkait smart city antar kota di Indonesia pun sempat digelar di Bandung bersamaan dengan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 2015. Saat itu, pelbagai kepala daerah di kawasan Asia dan Afrika menghadiri acara Asia Afrika Smart City Summit tersebut.

Meski demikian, ternyata terdapat banyak kendala dalam implementasi smart city ini. Hal ini membuat implementasi smart city seperti dibangun tanpa dasar dan tampak hanya berupa klaim semata. Diskusi ‘Smart City: Menembus Batas Komunikasi, Membangun Indonesia’ yang digelar di Hotel Sahid Jaya pada Rabu (24/8), membongkar beberapa perkara tersebut. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Regulasi

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumartono menyebutkan bahwa smart city membutuhkan regulasi. Regulasi ini akan menjadi standar saat pemerintah daerah membangun dan mengklaim daerah mereka sebagai smart city. Saat ini, Kemendagri dan pihak terkait tengah menggodok aturan berupa Peraturan Presiden.


Perpres itu juga akan mengintegrasikan sistem e-government yang dibuat Kemenpan, one data dari Bappenas, dan smart city oleh Kemendagri. Kominfo akan berperan sebagai enabler dari peraturan tersebut dibantu oleh para pemangku kepetingan lainnya.

Ia lantas meminta masukan dari kalangan akademisi, bisnis, pemerintah, dan komunitas smart city untuk membuat regulasi.

Selain itu, Vice President Technology and System Telkomsel Ivan Cahya Permana juga meminta perlunya penyelarasan regulasi. “Terkait regulasi smart city, dibutuhkan regulasi yang tersinkron antara regulasi infrastruktur, regulasi jaringannya, divisi big data analytics, dan regulasi disisi teknologi artificial intelligence."

Boros Anggaran

Sementara itu, Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Pelaksanaan Sistem Administrasi Pemerintahan dan Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik pada Deputi Bidang Balaks, Imam Machdi, berharap bahwa Perpres tersebut akan menghilangkan potensi pemborosan belanja negara.
"Selama tiga tahun terakhir, setiap tahunnya belanja e-goverment pusat dan daerah itu menghabiskan Rp 12,7 triliun. Angka itu adalah akibat dari pembangunan e-government-nya masing-masing. Itu membuat pemborosan dana. Dari angka itu, 55 persennya membangun sistem yang sama, misalnya sistem kepegawaian yang semua lembaga dan kementerian juga punya," katanya.
Hal senada disampaikan juga oleh Soni. Ia berharap, daerah bisa saling berbagi aplikasi. Jadi, ketika sebuah daerah telah berhasil mengembangkan satu aplikasi untuk menyelesaikan masalah di daerah tersebut, maka aplikasi tersebut bisa dibagikan kepada wilayah lain. Dengan begitu, anggaran pengembangan dan sistem smart city di kota lainnya di Indonesia menjadi lebih efisien.
Big data dan analisis

Sementara Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan menekankan soal pentingnya data. Baik dari sisi perlindungan data, pengumpulan big data, hingga analisisnya. Menurutnya, analisis big data penting dalam infrastruktur smart city. Hal ini dimaksudkan untuk pengambilan kebijakan publik yang lebih akurat.


Terkait perlindungan data, Semuel menuturkan bahwa Kominfo akan memastikan bahwa data smart city tidak berada di tangan asing. Pihaknya kini tengah merancang undang-undang perlindungan data pribadi.
Big data akan membantu kita membuat kebijakan dan analisis untuk keputusan yang baik. Sekarang pun sebenarnya sudah bisa tapi kita harus punya undang-undang data pribadi karena kita sudah punya banyak data-data dari transaksi online, dan lainnya. Harus ada batasannya kalau nggak nanti akan terpapar dan mengintervensi privasi kita,” ujarnya.

Infrastruktur

Semuel juga mengatakan bahwa sampai saat ini Indonesia belum seluruhnya diselimuti oleh internet berkecepatan tinggi. Hal ini juga yang menjadi pengganjal smart city di beberapa kota di Indonesia. Sebab, kepadatan jaringan internet adalah salah satu fondasi smart city. Jarigan internet itu ibarat ketersediaan jalan raya bagi suatu kota.


Untuk mengatasi hal ini, pemerintah hingga saat ini masih mengerjakan pembangunan jaringan backbone dalam proyek Palapa Ring yang ditarget selesai pada 2019.

"Jaringan internetnya harus tersebar. Baru 52 persen penduduk Indonesia dilayani internet jadi ya baru segitu kesiapannya. Jadi nanti seumpamanya Palapa Ring akan selesai 2019, banyak kota yang terlewati oleh jaringan kabel kecepatan tinggi," katanya.
(eks)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER