Bos Samsung Komentari Kesiapan Indonesia Adopsi IoT

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Selasa, 07 Nov 2017 17:17 WIB
Samsung mengomentari kesiapan Indonesia dalam mengadopsi perangkat IoT yang saat ini jumlahnya masih terbatas.
Lee Kang Hyun, Vice President Samsung Indonesia komentari rencana regulasi TKDN IoT. (dok. Samsung)
Jakarta, CNN Indonesia -- Vice President Corporate Affairs Samsung Electronics Indonesia, Lee Kang Hyun melihat kesiapan Indonesia mengadopsi perangkat yang terhubung dengan akses internet atau Internet of Things (IoT) saat ini. Menurutnya, langkah Indonesia untuk mengadopsi IoT saat ini masih butuh proses.

Hal itu lantaran perangkat IoT saat ini masih belum banyak berkembang. “Saya pikir itu terlalu cepat. Di Indonesia, IoT aja belum ada dan saat ini masih terus berkembang,” ucapnya saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Senin (6/11).

Lee menilai perangkat IoT yang tersebar di Indonesia jumlahnya masih terbatas. Ia juga menganggap  masih ada sejumlah kesiapan yang harus dilakukan untuk menggenjot adopsi perangkat IoT, termasuk kesiapan infrastruktur hingga industri pendukung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lee yang juga merupakan Presiden Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Korea Selatan tak memungkiri jika Indonesia memiliki potensi besar untuk IoT. Bukan hanya dari kalangan konsumer, tapi juga untuk kebutuhan industri.

Dukungan ekosistem menjadi salah satu pendukung cepat atau lambatnya adopsi perangkat IoT. Selain penyedia perangkat, kesiapan konsumen serta dukungan pemerintah juga memengaruhi cepat atau lambatnya adopsi IoT.


Terpisah, Ditjen SDPPI memprediksi potensi Internet of Things (IoT) terhadap peningkatan produktivitas di Indonesia pada tahun 2022 diperkirakan akan mencapai Rp 444 triliun, dengan 400 juta sensor (perangkat) saling terhubung, dan akan terus meningkat hingga sekitar Rp1.700 triliun pada 2025.

Dari 400 juta perangkat terhubung pada 2022 itu, sektor manufaktur mengambil porsi 16 persen, diikuti sektor kesehatan 15 persen, asuransi 11 persen, perbankan dan sekuritas 10 persen, ritel dan perdagangan besar 8 persen, dan sisanya layanan komputasi, pemerintah, transportasi, dan lain-lain. (evn)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER