Jakarta, CNN Indonesia -- ELSAM menilai pembatasan konten internet membutuhkan pengawasan dari lembaga independen. Sebab, lembaga ini bisa bebas dari kepentingan saat melakukan sensor terkait konten internet.
"Butuh lembaga independen untuk melakukan pembatasan konten internet yang bebas kepentingan politik, ekonomi, dan sebagainya," terang Wahyudi Djafar, pengamat hukum yang sekaligus Deputi Direktur Riset ELSAM dalam diskusi "Internet Rights Update: Bagaimana Lanskap Kebijakan Tata Kelola Konten Internet Indonesia?" di Jakarta, Selasa (28/11).
Sebab, selama ini pembatasan konten internet dilakukan oleh pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika. ELSAM menilai hal ini membuat sensor yang dilakukan akan berpotensi terpengaruh oleh kepentingan politis dan lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara (kita) tak bisa mengkualifikasikan pemerintah sebagai badan independen. Dia punya kepentingan politik, dia punya kepentingan bermacam-macam," tuturnya.
Wahyudi melanjutkan, bahwa penyerahan wewenang pembatasan konten internet kepada pemerintah itu tak lepas dari amanat yang termaktub dalam UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). UU itu tidak mengamanatkan pemerintah untuk membentuk badan independen.
Tidak seperti UU lainnya yang memang mengamanatkan dibentuknya lembaga independen untuk melakukan wewenang pengawasan, seperti UU Penyiaran yang akhirnya melahirkan KPI, misalnya.
Catatan lain yang diberikan oleh Wahyudi terkait dengan hukum hak asasi internasional.
"Standar internasionalnya, tindakan pembatasan konten dalam bentuk pemblokiran atau penapisan (filtering) itu harus dilakukan oleh institusi pengadilan atau badan lain yang independen," tandasnya.
(eks)