Jakarta, CNN Indonesia -- Persaingan bisnis kamera drone yang kian sengit tak mampu membuat GoPro bertahan. GoPro secara resmi mengumumkan bahwa perusahaan menyerah di bisnis
drone.
Kompetisi yang kian ketat dan kesulitan mengantongi profit menjadi alasan utamanya.
Kabar mengejutkan ini diumumkan bersamaan dengan dirilisnya laporan pendapatan perusahaan. GoPro menyebut penjualan
drone Karma tidak sesuai dengan ekspektasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun kontribusi penjualan
drone Karma sebagai 'nomor dua terbesar', namun pangsa pasarnya tak mampu bersaing dengan produk besutan kompetitor. Margin bisnis aerial disebut sangat kompetitif.
Dalam laporan pendapatan, GoPro mencatatkan pendapatan pada kuartal keempat 2017 hanya sebesar US$340 juta atau merosot dari perkiraan sebesar US$470 juta. Angka itu bahkan menjadi pendapatan paling rendah perusahaan mulai
go public pada 2014 lalu.
Drone Karma pertama kali diungkap pada akhir 2016 dengan harga US$799. Tak berselang lama, pada November 2016 GoPro harus menarik semua unit
drone Karma karena bermasalah saat sedang mengudara.
"Faktor-faktor ini membuat GoPro tidak bsa mempertahankan bisnis divisi aerial dan akan menghentikan bisnis ini," ungkap firma perusahaan dalam sebuah pernyataan.
Meskipun telah menghentikan penjualan drone Karma, GoPro memastikan akan tetap memberikan dukungan dan layanan terhadap pemilik perangkat tersebut.
Dalam sebuah pernyataan seperti dilansir
The Verge, CEO Nicholas Woodman mengatakan GoPro tengah berupaya menunjukkan komitmennya untuk mengubah lanskap bisnis perusahaan di 2018. Woodman menyebut strategi untuk menggabungkan piranti lunak dan piranti keras jadi salah satu strategi perusahaan untuk menekan biaya operasional dan meningkatkan profitabilitas.
Sementara itu, kabar menyerahnya GoPro di bisnis aerial sebenarnya sudah santer terdengar dalam beberapa bulan terakhir. Puncaknya,
GoPro dikabarkan akan merumahkan sekitar 200 hingga 300 karyawan pada awal 2018 ini.
(evn)