Jakarta, CNN Indonesia -- Hujan meteor ternyata bukan merupakan fenomena yang langka. Terdapat setidaknya tiga
hujan meteor yang terjadi secara rutin dan dapat disaksikan secara rutin setiap tahunnya. Ketiganya adalah hujan meteor Quadrantids, Perseids, dan Geminids.
Quadrantids yang terjadi di awal bulan Januari, Perseids di pertengahan bulan Agustus, dan Geminids di pertengahan bulan Desember. Berikut penjelasan dari tiga hujan meteor tersebut.
QuadrantidsHujan meteor Quadrantids biasanya terjadi pada Januari. Tahun ini hujan meteor ini mencapai puncaknya pada 3 Januari lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga hujan meteor ini akibat papasan bumi dengan asteroid 2003 EH1. Asteroid ini seringkali dinamakan "komet batu" oleh astronom.
Namun kontalasi bintang yang menjadi asal dari nama hujan meteor ini tak lagi ada. Kenapa bisa menghilang? Space menjelaskan bahwa nama hujan meteor ini diambil dari rasi Quadrans Muralis yang dinamakan oleh seorang astronom Perancis pada 1795.
Tapi pada tahun 1922, International Astronomical Union membuat daftar rasi modern dan memutuskan untuk tidak memasukkan rasi Quadrans Muralis.
Beberapa astronom menyarankan agar hujan meteor ini punya nama baru, Boötids. Sebab, rasi tersebut telah berganti nama jadi Boötes. Namun nama ini telah digunakan untuk hujan meteor yang terjadi pada Juni 2017.
Laporan pertama soal hujan meteor ini tertulis pada 1825 yang tengah melakukan pengamatan di observatorium di Brussel, Belgia. Tahun berikutnya, pengamat di Amerika Serikat dan Eropa juga melaporkan hujan meteor yang sama.
Hujan meteor ini hanya terjadi beberapa jam. Hujan meteor ini seringkali muncul sebagai bola api yang tampak berwarna, tampak terang, dan bertahan lebih lama dari hujan meteor lainnya, demikian
Space.
PerseidsHujan meteor Perseids biasanya muncul pada bulan Agustus. Hujan meteor ini berasal dari debu dari komet Swift Tuttle yang berpapasan dengan bumi. Ini adalah benda angkasa terbesar yang berulangkali berpapasan dengan Bumi.
Komet ini tercatat pertama kali lebih dari 2000 tahun lalu pada 69 sebelum Masehi.
Pada 1990, astronomer Brian Marsden sempat memperhitungkan bahwa komet ini mungkin akan bertumbukan dengan bumi di masa depan. Diperkirakan komet ini akan bertabrakan dengan bumi pada 3044.
Debu komet akan masuk ke dalam atmosfer dengan kecepatan tinggi. Kebanyakan debu komet tersebut berukuran sebutir pasir, hingga ukuran sebesar kacang.
Tampilan hujan meteor ini berwarna karena debu tersebut mengandung kalsium, sodium, magnesium, silikon, dan zat besi, seperti dilansir
Space.
GeminidsHujan meteor ini biasanya terjadi pada Desember. Sumbernya berasal dari asteroid 3200 Phaethon yang nampak berasal dari konstelansi Gemini. Nama Phaeton diambil dari nama kendaraan dewa matahari Helios. Alasannya, komet ini punya garis orbit yang sangat dekat dengan matahari, seperti ditulis
Space.
Hujan meteor ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1800-an. Saat itu hujan meteor Geminids hanya ada dikisaran 10-20 meteor perjam. Saat ini, kita bisa melihat sekitar 120 meteor perjam pada puncak hujan meteor. Geminids akan memuncak pada 14 Desember mendatang.
(eks)