Jakarta, CNN Indonesia --
Perusahaan rintisan semakin menjamur sejalan dengan digaungkanya industri 4.0
ekonomi digital di Indonesia. Namun,
Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) mengakui banyak dari start-up tumbang, padahal usianya baru seumur jagung.
Ketua Umum idEA Ignatius Untung mengungkapkan beberapa alasan utama start-up di Indonesia hanya seumur jagung. Pertama, kurangnya kesempatan untuk
mentoring dengan perusahaan start-up yang sukses.
Ignatius mengatakan banyak dari
founder startup ini belum memiliki pengalaman dalam bisnis digital atau pengetahuan untuk mengoperasikan perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Start-up itu banyak gagal karena tidak punya kesempatan untuk
mentoring. Sebenarnya kalau dilihat, pelaku
startup merupakan orang yang tidak memiliki pengalaman kerja, artinya belum tahu bagaimana menjalankan bisnis," kata Ignatius di bilangan SCBD, Jakarta Selatan, Kamis (6/11).
Ignatius mengatakan apabila para pelaku start-up baru ini bertemu dengan pebisnis sukses, maka tingkat keberhasilan start-up dinilai ini bisa meningkat.
"Wawasan ke orang yang lebih pengalaman, itu yang akan membantu. Ketika bertemu dengan orang yang lebih pengalaman dan pikiran terbuka.. Dengan begitu mudah-mudahan sukses rate-nya akan naik," kata Ignatius.
Menurut Ignatius rata-rata umur start-up di Indonesia hanya satu sampai dua tahun. Ia bisa memperkirakan dalam satu sampai dua tahun itu start-up beroperasi dengan menggunakan modal pribadi.
"Biasa pakai uang sendiri dulu, yang gugur di sini banyak. Biasanya 1 sampai 2 tahun maksimal," kata Ignatius.
Tahap selanjutnya adalah mengamankan putaran pendanaan seri A kemudian seri B. Apabila start-up sudah mengamankan pendaan seri B, Ignatius mengatakan start-up ini sudah kokoh.
"Biasanya kalo sudah ada di Seri B, relatif bertahan karena investor yang masuk banyak. Yang taruh kepercayaan bisnis di sini sudah banyak tidak satu atau dua orang. Kalo sudah seri A dan seri B ini investor sudah tahu start-up ini jalan ini atau tidak," Ignatius.
(jnp/age)