Jakarta, CNN Indonesia --
IDC Indonesia mengatakan strategi produsen ponsel
China memecah merek (submerek) mereka berpotensi mengakibatkan saling makan pangsa pasar merek mereka sendiri.
Associate Market Analyst Client Devices, IDC Indonesia Rizky Febrian mengatakan potensi saling tikam ini mengacu pada realita di pasar. Hal ini terjadi dalam kasus sub merek
Oppo, yaitu Realme.
"Contohnya Realme dan Oppo. Ada produk Realme yang sedikit midrange seperti Realmi 2 Pro. Itu pada akhirnya memakan pasar produk Oppo sendiri, kata Rizky saat ditemui usai konferernsi pers di Hotel Shangri-La, Jakarta Selatan, Kamis (31/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi harga Realme 2 Pro varian termurah dibanderol dengan harga Rp3,3 juta. Padahal Rizky mengatakan Realmi 2 Pro hadir di Indonesia untuk mengincar pasar
low-end dengan harga di sekitar US$100 (sekitar Rp1,4 juta).
Rizky lebih lanjut mengatakan Realmi diciptakan Oppo agar bisa menyasar pasar
low-end tanpa harus melekatkan ponsel murah dengan merek Oppo.
Strstegi serupa dilakukan oleh Xiaomi dengan melahirkan submerek Pocophone dan Redmi. Perbedaannya adalah jika Oppo melahirkan Realme untuk menyasar pasar
low-end, maka kelahiran Pocophone untuk menyasar pasar
mid-end.
"Mereka ingin coba masuk ke pasar
low-end, tapi kalau mereka bawa Oppo nanti timbul kesan bahwa Oppo ini
smartphone murah. Maka mereka tidak ingin image seperti itu ada pada brand Oppo. Jadi mereka menciptakan brand baru," tutur Rizky.
Kehadiran submerek diprediksi Rizky akan mengancam eksistensi vendor lokal seperti, HTC, Evercross, Advance dan Mito. Kendati demikian Rizky optimis vendor lokal masih bisa bertahan meskipun jumlahnya menurun.
"Vendor lokal memang masih terus mencari strategi yang paling pas untuk menghadapi persaingan yang makin ketat. Contohnya Evercross saja ada
subbrand baru hasil kerja sama dengan XL," kata Rizky.
(jnp/eks)