Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Siber dan Sandi Nasional (
BSSN) Djoko Setiadi mengungkap beberapa
serangan siber yang berpotensi dihadapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2019.
Djoko menyebut potensi serangan yang bakal dihadapi KPU dianalisis dari serangan pada pemilu sebelumnya, baik di Indonesia maupun negara lain.
"Potensi atau tren ancaman siber yang akan terjadi pada Pemilu 2019 di Indonesia adalah seperti hack, leak, dan amplify," ujar Djoko saat berpidato dalam Rakornas Pemantapan Penyelenggaraan Pemilu di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Rabu (27/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan
leak yang memicu serangan terhadap situs KPU bertujuan untuk mencuri database. Database itu biasanya digunakan sebagai bahan negatif atau
black campaign.
Sementara
amplify adalah serangan tahap selanjutnya.
Amplify adalah penyebaran database yang dicuri dari situs KPU.
"Untuk peretas, ini merupakan serangan yang bertujuan untuk mengganggu infrastruktur yang digunakan dalam pemilu," tuturnya.
Djoko menerangkan ada beberapa macam peretasan, misalnya SPL injection atau penyuntikkan kode untuk merusak database di dalam situs KPU seperti yang pernah terjadi saat Pemilu 2004.
Adapula
deface atau penggantian tampilan situs. Ataupun membuat situs super sibuk, biasanya dikenal dengan
Distributed Denial of Service (DDOS), sehingga situs tak bisa diakses seperti pada Pilkada 2018.
Ia memastikan BSSN untuk selalu bekerja menangkal berbagai macam serangan dengan memperkuat sistem pertahanan di situs KPU. Kendati hasil penghitungan suara dilakukan secara manual, Djoko mengatakan akan membuat delegitimasi terhadap penyelenggara dan hasil Pemilu 2019 dari serangan terhadap situs KPU.
"Jika ketiga ancaman tersebut terjadi secara masif maka penyelenggaraan Pemilu 2019 akan sangat terganggu, karena efek sosial yang ditimbulkan sangatlah besar, terutama terkait kepercayaan terhadap penyelenggara dan kontestan pemilu," ujar dia.
(dhf/evn)