Jakarta, CNN Indonesia -- Ahli Digital Forensik Ruby Alamsyah menyebutkan beberapa
serangan siber yang dialami Komisi Pemilihan Umum (
KPU) pada saat hari pencoblosan
Pemilu 2019 pada 17 April. Serangan pertama yang dialami KPU adalah serangan
denial-of-service (DDos).
DDos adalah serangan siber di mana peretas sengaja menyerang server layanan tertentu. Caranya dengan membanjiri server layanan itu dengan lalu lintas yang sangat tinggi, sehingga situs atau aplikasi tersebut sulit diakses oleh pengguna lain.
Ruby mengatakan DDos ini kemudian akan membuat
server KPU
down. Ketika
server down, masyarakat dibuat bertanya-tanya mengenai hal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"DDos itu menyerang misalnya KPU menyiapkan
server infrastruktur agar bisa diakses oleh 200 juta masyarakat secara keseluruhan. Tapi DDos
attack ini bisa mengirimkan 500 juta akses 1 miliar akses. Akhirnya kewalahan dan otomatis mati, dengan sesimpel itu saja," ujar Ruby usai diskusi Perlindungan Data Pribadi (PDP) di kantor Badan Siber Sandi Negara, Jakarta Selatan, Senin (27/5).
Kedua, Ruby menjelaskan ada upaya yang dilakukan peretas untuk menyerang sistem informasi penghitungan (Situng). Peretas berusaha untuk mengubah angka hasil perhitungan dalam Situng.
Akan tetapi serangan ini tidak berhasil karena situng KPU sendiri memiliki sistem jaringan tertutup yang tidak tersambung ke internet. Data yang dimasukkan ke dalam Situng dimasukkan dan dihitung secara manual berdasarkan hasil pemindaian surat C1.
"Adanya percobaan-percobaan perubahan-perubahan mengakses data situng untuk dapat mengubah, tapi tidak ada yang berhasil. Karena via offline hitungnya," jelasnya.
Ruby mengatakan serangan siber ke Situng sesungguhnya sia-sia. Pasalnya Situng hanya merupakan informasi yang tidak dijadikan acuan untuk hasil Pemilu 2019 yang sebenarnya.
"Tapi tetap hasil yang asli itu tetap yang manual. Serangan Situng itu sebenarnya tidak ada efeknya. Itu hanya informatif," kata Ruby.
[Gambas:Video CNN] (jnp/evn)