ANALISIS

Menakar Keamanan Aplikasi Fintech dari Potensi Jual Beli Data

Eka Santhika & Jonathan Patrick | CNN Indonesia
Senin, 29 Jul 2019 17:56 WIB
Masyarakat mulai khawatir keamanan siber dari aplikasi peminjaman online (pinjol) yang bisa disalahgunakan oleh pihak ketiga hingga melakukan jual beli data.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Masih terkait soal kebocoran data pengguna, Yudhi menyebut kebocoran data pribadi juga terkadang ditemukan karena ada barang yang tertinggal.

"Saya temukan di grup-grup Facebook daerah, banyak orang ketinggalan dompet dll dan penemunya bermaksud baik (memberi tahu, sembari) membagi foto KTP/ SIM/ ATM/ KTM tanpa diblur. Bahkan ada yang share ijasah/ KK juga, pokoknya seketemunya," tuturnya, Senin (29/7).

Sehingga, Yudhi mengkritisi minimnya kesadaran masyarakat untuk merahasiakan data pribadi yang sensitif seperti itu. Padahal data tersebut digunakan untuk layanan keuangan dan perbankan, misal untuk membuka tabungan, pinjaman online, dan sebagainya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelalaian beresiko hukum

Dilihat dari aspek hukum, Pengamat Keamanan Siber dari CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), Pratama Persadha, kelalaian aplikasi pinjol mengamankan data pengguna adalah ilegal.
"Apalagi kemudian database fintech tersebut dapat diakses oleh publik tanpa adanya otentikasi. Tentu selain ilegal juga sangat berbahaya bagi keamanan data para penggunanya," jelasnya ketika dihubungi lewat pesan teks, Jumat (26/7).

Bahkan menurutnya, praktik ini tidak sesuai dengan Peraturan Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 mengenai Data Pribadi. Menurutnya dalam aturan itu, data konsumen harus disimpan, dirahasiakan, dan tidak boleh diedarkan/ publikasi tanpa sepengetahuan pemilik data.

Untuk itu ia menyarankan agar masyarakat atau pengguna berhati-hati ketika akan menggunakan layanan aplikasi pinjol. Ia menyarankan tiga hal ketika pengguna akan menggunakan aplikasi pinjol. Pertama, terdaftar di OJK agar berada dalam pengawasan dan memberantas aplikasi pinjol ilegal. Kedua, membaca syarat dan ketentuan yang berlaku. Ketiga, memperhatikan permintaan akses data di ponsel. 
Minta jaminan hukum

Niko mengakui dirinya enggan mengungkap identitas aplikasi pinjol tersebut karena keselamatan diri. Ia khawatir akan dituntut melakukan pencemaran nama baik oleh aplikasi pinjol tersebut.

"Mohon maaf saya tidak bisa beri tahu, bahkan Tokopedia, Grab, dan Gojek juga tanya ke saya dan saya tolak. Karena ini menyangkut keamanan saya. Bisa saja nanti saya dituntut pencemaran nama baik, maka saya belum buka," katanya.

Niko mengatakan dirinya telah dihubungi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait temuannya itu. Ia mengatakan ketika ia diberi kepastian hukum oleh Kemenkominfo dan OJK, ia akan mengungkap identitas aplikasi pinjol tersebut.

"Saya bisa buka kalau saya sudah ketemu Kemenkominfo. Kalau mereka sudah jamin makan akan buka. Jadi ketika saya buka, saya tidak akan kena tuntutan hukum," ujar Niko.

"Jadi tinggal tunggu undangan Kemenkominfo, baru dari sana saya bisa beri tahu aplikasinya," katanya.

Niko mengungkap tulisan soal kelemahan aplikasi pinjol yang ia beberkan dalam tulisan di Facebooknya hanya berbagi kepada sesama pengguna internet agar lebih berhati-hati. Karena menurutnya saat ini banyak orang yang tidak sadar dengan pentingnya menjaga data pribadi mereka. (eks/age)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER