Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Departemen Advokasi
Walhi, Zenzi Suhadi menyebut seluruh wilayah provinsi di Kalimantan Timur telah dikepung berbagai konsensi
tambang, mulai dari tambang
batu bara, perkebunan sawit, dan izin kehutanan.
Hal ini terungkap dalam pernyataan bersama Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
"Seluruh wilayah provinsi [Kalimantan Timur] sudah tersandera konsensi pertambangan, perkebunan sawit, dan izin kehutanan," jelas Zenzi, Senin (26/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini diungkap Zenzi terkait dengan rencana pemerintah untuk memindahkan ibu kota ke Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan Kecamatan Sepaku Semoi, Kabupaten Panajem Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimantan Timur.
Sejumlah masalah menghantui wilayah ibukota baru ini. Dari sisi lingkungan hidup, LSM khawatir pembukaan lahan untuk ibu kota akan merusak hutan lindung. Hal ini akan berimbas pada ketersediaan air, banjir, keberlangsungan satwa, ketersediaan energi,dan polusi.
Selain itu, ada juga masalah lahan tambang yang mengepung wilayah ibu kota baru itu. Selain itu, lubang-lubang tambang ini kerap memakan korban. Masalah lain yang juga mengintai adalah restorasi lahan tambang yang kerap terlupa.
Sehingga menurut Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, Kaltim butuh dipulihkan. Sebab, wilayah Kaltim sudah menanggung beban eksploitasi sumber daya alam berpuluh tahun. Penunjukkannya menjadi wilayah ibu kota ia anggap malah akan menambah beban lingkungan hidup kawasan ini yang belum selesai.
"Wilayah ini tidak membutuhkan beban lingkungan baru dengan menjadikannya wilayah ibu kota," tuturnya saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Selasa (27/9).
Sementara dari sisi kegempaan, wilayah selatan Samarinda ini juga diniliai Peneliti Geoteknologi LIPI Danny Hilman Natawijaya lebih rentan terdampak gempa dan tsunami. Sebab, wilayah ini ada di wilayah patahan aktif Selat Makassar.
Dikepung Tambang
JATAM menyebut wilayah Kaltim sudah tersandera konsesi pertambangan, perkebunan sawit dan izin kehutanan. Sebanyak 13,83 juta hektar daratan Kaltim telah habis di kapling menjadi konsesi ekstraktif berupa tambang minerba, sawit, HPH, HTI dan Migas . Sementara 5,2 juta hektar dari total izin itu adalah izin konsesi tambang.
"Di Kecamatan Samboja sendiri yang diperkirakan akan jadi wilayah ibu kota ada 90 izin tambang batubara," jelas Pradarma.
Kecamatan Samboja ada di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang disebut Presiden Joko Widodo akan menjadi salah satu wilayah ibu kota.
"Kira-kira 70 persen lahan Samboja merupakan tambang batubara. Sehingga ini tidak mendukung untuk jadi ibukota," lanjutnya.
Menurut Pradarma, jika pemerintah memaksakan wilayah ini menjadi ibu kota ia khawatir para pemilik tambang bakal lepas tangan melakukan reklamasi wilayah tambang. Sebab, menurutnya biaya tinggi untuk reklamasi itu bakal ditanggung pemerintah.
"Kalau pemerintah memaksakan, negara harus tanggung beban banyak [...] (Padahal) perusahaan tambang punya kewajiban reklamasi. Mereka akan mendulang keuntungan dari masuknya ibukota dan menunggangi upaya pemindahan dan tidak lakukan reklamasi," paparnya.
Sehingga jika ditotal, luas izin tambang di Kaltim melebihi luas daratan Kaltim sendiri sebesar 12,7 juta hektar. Menurut Pradarma, hal ini terjadi karena izin tersebut memang tumpang tindih disatu lahan.
Sementara sisa wilayah lain yang merupakan hutan lindung, menurut JATAM juga ditargetkan untuk kawasan ibu kota.
Hutan Lindung TerancamPradarma juga memberikan perhatian pada kelangsungan hutan lindung di sekitar kawasan Kukar dan PPU. Menurutnya, pemindahan ibukota akan diikuti dengan pembukaan lahan di kawasan itu.
Sehingga membuat hutan lindung yang ada di kawasan antara Samboja dan Sepaku jadi sangat rentan. Ia khawatir pembangunan ibu kota baru akan berpengaruh ke hutan lindung jika tidak memiliki zona pembatas (bufffer zone).
"Mereka akan langsung beririsan dengan hutan konservasi dan hutan lindung. Kita khawatir itu akan berdampak pada flora fauna dan satwa. Sebab di Sepaku masih ditemui mudah satwa melintasi jalan masuyarakat," tuturnya.
[Gambas:Video CNN]
Kerentanan hutan lindung ini menurut Pradarma juga akan berkaitan dengan persediaan air di wilayah itu. Ia khawatir jika hutan lindung Bukit Suharto dan hutan lindung Wain tidak dijaga maka akan mengganggu persediaan air tanah.
"Orang sana saat ini mesti ambil air dari air tanah dan waduk. Sementara kapasitas waduk (Manggar) tidak bisa memenuhi kebutuhan air rakyat saat ini," tuturnya.
Ia lantas mengambil contoh warga Balikpapan yang saat ini kesulitan untuk mendapat air bersih. Sebab, menurutnya distribusi air bersih tidak merata.
 Peta Kalimantan Timur. Warna biru menunjukkan lokasi ibu kota baru yang ada di Kecamatan Sepaku dan Samboja. Wilayah ini dikelilingi hutan lindung Sungai Manggar dan Wain di selatan. Sementara di utara ada hutan Bukit Soeharto. Ketiga hutan ini berperan menjaga ketersediaan air. Apalagi jarak kedua lokasi dari sungai Mahakam pun cukup jauh. (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi) |
Namun, hal ini menurutnya bukan karena kendala infrastruktur. Tapi karena memang persediaan air yang terbatas. Sebab, selama ini warga mengandalkan air dari air tanah, waduk, dan air sungai.
"Untuk urusan air, jika 1,5 juta penduduk di mobilisasi gimana pemenuhan airnya? [...] Kita khawatirkan akan berdampak ke pemenuhan air di dua kota dan dua kabupaten," tuturnya.
Pemerintah juga mesti berhadapan dengan masalah banjir. Sebab, pada 2019 lalu kecamatan Semboja sempat terkena banjir.
Tambang kerap makan korbanLebih lanjut kata Zenzi, jika konsesi atau izin pertambangan batu bara ditambah maka masyarakat akan dirugikan karena lubang-lubang tambang akan muncul kian masif. Sebab, tak jarang konsensi ini memakan korban.
Berdasarkan data Jatam, lubang tambang di Kaltim kembali merenggut nyawa. Seorang warga di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, yang akan menjadi wilayah ibukota tewas di lubang tambang. Hendrik Kristiawan (25) warga Desa Beringin Agung, adalah korban ke-36 yang tewas di tambang sejak 2011.
"Lubang-lubang tambang yang terus membunuh masyarakat, dan tidak adanya penegakan hukum bagi pemilik eks konsesi, ini yang harus dibenahi terlebih dahulu. Alih-alih mewariskan sejarah memindahkan ibu kota negara, Jokowi justru akan dikenang sebagai Presiden yang menghindari masalah, bukannya bekerja dan menyelesaikannya," pungkas Zenzi.
Lubang tambang kerap memakan korban karena tidak ada papan peringatan, pembatas, dan pengawasan di kawasan tambang. Ditambah lagi menurut Walhi belum adanya penegakan hukum yang jelas bagi para pemilik eks konsesi.
Sumber energiSumber energi untuk pembangkit listril ibu kota baru ini juga menjadi persoalan lain yang patut dipikirkan. Greenpeace menyebut jika pemerintah tetap mengandalkan batu bara dan terus membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di beberapa lokasi di Kalimantan Timur, maka akan memperburuk kondisi polusi udara di wilayah itu.
"Kita bisa lihat fakta bahwa polusi udara di Jakarta selain berasal dari sektor transportasi, juga bersumber dari banyaknya PLTU batu bara yang ada di sekeliling Jakarta. Jika nanti sumber energi ibu kota baru masih mengandalkan batu bara seperti saat ini di Jakarta, maka jangan harap ibu kota baru akan bebas dari polusi udara," tulis Kepala Greenpeace Indonesia Leonardo Simanjuntak melalui keterangan resmi, Selasa (27/8).
Oleh sebab itu kata Leonard, pihaknya menghimbau kepada pemerintah untuk menyiapkan energi terbarukan untuk calon ibu kota baru. Ia juga mengimbau pemerintah menghentikan pembangunan PLTU.
Keberadaan tambang-tambang batu bara itu menurut Greenpeace selain menghasilkan polusi udara, bisa menimbulkan sejumlah bencana lingkungan seperti banjir dan kekeringan.
Kekhawatiran serupa juga diungkap Kooridnator JATAM, Merah Johansyah. Menurutnya, pemerintah akan menggunakan sumber energi dari batu bara untuk ibu kota baru itu.
"Ada jaminan
engga energi di ibu kota baru ini ramah lingkungan? Pasti dia bongkar batu bara," tuturnya ketika dihubungi
CNNIndonesia.com, Kamis (29/8).
Ia meyakini jika sumber energi kurang, maka pemerintah akan membuka lagi tambang batu bara ke hulu Mahakam. Sehingga dikhawatirkan akan menghancurkan ekosistem.
[Gambas:Video CNN]