Jakarta, CNN Indonesia -- Ahli epidemiologi Inggris mengungkap alasan mengapa infeksi
virus corona penyebab
Covid-19 di suatu negara lebih fatal ketimbang negara lain.
Ahli epidemiologi di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Inggris melakukan studi perbandingan pandemi Covid-19 antara Italia dan Jerman.
Jika di negara lain kasus penularan Covid-19 lebih banyak terjadi di kota besar. Ternyata tidak demikian dengan Italia. Sebab, kasus infeksi dan kematian tertinggi di negara itu terjadi di pedesaan. Salah satunya terjadi di sejumlah desa di Lombardy. Kasus kematian di pedesaan ini bahkan lebih tinggi dari ibukota Roma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
David Heymann mengatakan tingginya kasus di Italia, terkait dengan tingkat kepadatan penduduk dan jenis tempat tinggal. Dia mengatakan Italia lebih padat dari dan bangunan perumahannya cenderung lebih kecil dari Jerman.
Di Italia, banyak orang berusia 20-an dan 30-an tinggal di rumah bersama keluarga besarnya sehingga penularan ke orang tua tinggi. Tingkat kasus semakin diperparah ketika unit perawatan kritis tidak memiliki kesiapan untuk menangani banyaknya pasien.
Heymann mengatakan kejadian yang di Italian jarang terjadi di Jerman. Sebab, dia berkata Jerman memiliki banyak panti jompo dan memberlakukan rezim isolasi yang ketat.
"Mereka melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam menjaga agar lansia terlindungi," kata Heymann, seperti dikutip
The Guardian.
Sementara Inggris yang mencatat tingkat kematian Covid-19 kedua tertinggi setelah Spanyol tidak menjaga para orang tua seintensif Jerman.
Ahli epidemiologi Universitas Oxford Sunetra Gupta mengatakan ada banyak alasan mengapa satu populasi lebih tahan corona ketimbang yang lain. Salah satu yang menentukan ketahanan itu disebut perlindungan silang.
Perlindungan silang ini disebutkan sebagai ketahanan tubuh terhadap virus corona baru ketika ia sudah pernah terpapar virus corona lain sebelumnya.
Lebih lanjut, Gupta menyebut perlindungan silang tidak menjamin seseorang tidak akan terinfeksi Covid-19. Namun, menurutnya mekanisme ini membuat seseorang yang terinfeksi virus corona SARS-CoV-2 itu hanya mengalami gejala yang relatif ringan.
"Sudah sejak lama saya menduga bahwa ada banyak perlindungan silang dari penyakit parah dan kematian," kata Gupta.
Namun dugaan Gupta baru berhenti sampai di situ. Sebab, hingga saat data soal kekebalan Covid-19 masih sangat sedikit.
Pengujian antibodi juga berjalan lambat. Hingga saat ini, data dari antibodi mereka yang tahan corona menunjukkan jumlah yang sangat kecil, antara satu hingga dua digit kecil.
 Tingkat kematian akibat virus corona di pedesaan Italia lebih parah dari daerah perkotaan. (Piero CRUCIATTI / AFP) |
Heymann mengatakan reaktivitas silang tidak harus diterjemahkan menjadi kekebalan. Sedangkan peneliti di La Jolla Institute for Immunology, Alessandro Sette mengatakan pernah melihat bagaimana reaktivitas silang berhasil melindungi para orang tua pada saat kasus flu H1N1 tahun 2009.
Saat itu, dia menemukan fakta bahwa orang yang lebih tua bernasib baik dibandingkan dengan kelompok usia lain dalam pandemi H1N1.
Dia menduga hal itu terjadi karena sistem kekebalan tubuh mereka telah dipaksakan oleh paparan strain flu yang mirip dengan H1N1 dari beberapa dekade sebelumnya.
Terkait hal itu, Gupta menyampaikan bahwa variabilitas pajanan (peristiwa yang menimbulkan risiko penularan) itu dapat menjelaskan banyak perbedaan dalam tingkat kematian di antara negara atau wilayah jika paparan terhadap virus corona lain memang melindungi orang dari Covid-19. Misalnya, dia menyebut paparan virus SARS pada tahun 2002-2004 mungkin telah memberikan beberapa perlindungan kepada orang Asia timur dari Covid-19.
Peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins, Garia Sharma menyampaikan status sosial ekonomi, iklim, budaya dan susunan genetika juga dapat membentuk kerentanan. Dan semua faktor itu dapat bervariasi antar negara.
Melansir
The Conversation, pengajar Universitass Kent Jeremy Rossman mengatakan rendahnya tingkat kematian di Jerman juga dipengaruhi oleh banyaknya pengujian Covid-19 yang mereka lakukan.
Jerman melakukan pengujian kepada sebagian besar pasien. Tidak seperti pengujian di sebagian besar negara lain yang hanya melakukan pengujian kepada pasien yang berisiko tinggi dan sudah kritis.
Selain itu, Jerman tidak hanya mengandalkan satu institusi alam melakukan pengujian Covid-19. Program pengujian yang kuat dan cepat Jerman dibantu oleh penggunaan jaringan pengujian yang terdistribusi melalui rumah sakit, klinik, dan laboratorium.
Tingkat kematian yang rendah di Jerman tidak hanya akibat jumlah tes, tetapi juga bagaimana pemerintah telah bertindak pada data. Program pengujian Jerman digabungkan dengan mengidentifikasi dan mengisolasi pasien yang terinfeksi.
Karena virus menyebar paling efektif dari orang-orang pada tahap awal penyakit tanpa gejala. Identifikasi dan isolasi awal akan memiliki dampak besar yang tidak proporsional pada penyebaran penyakit.
(jps/eks)
[Gambas:Video CNN]