Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengaku sudah bisa mengurutkan sekuens genom utuh atau Whole Genome Sequencing (WGS) dua sampel virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dari Indonesia.
Kepala Laboratorium Biosafety Level-3 Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Ratih Asmana Ningrum mengatakan WGS itu merupakan yang pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi Oxford Nanopore.
"Kami menggunakan platform oxford nanopore technology. Untuk data virus SARS CoV-2 asal Indonesia, kami yang pertama menggunakan teknologi ini di Indonesia," ujar Ratih kepada CNNIndonesia.com, Minggu (30/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ratih menuturkan pihaknya mengambil spesimen dari kasus positif Agustus 2020. Saat membandingkan hasil sekuensnya, pihaknya melihat beberapa mutasi dari sekuens virus yang sudah dikirim pada bulan-bulan sebelumnya.
Lebih lanjut, Ratih berkata WGS dari dua sampel virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dari Indonesia memiliki banyak keuntungan. Dia menyebut LIPI dapat mengetahui tipe virus yang ada di Indonesia dan sejauh mana perubahan yang terjadi.
Informasi genom, lanjut dia juga sangat penting pada pengembangan vaksin, kit diagnostik, dan pencarian obat.
"Dari sekuens genom juga dapat dipelajari asal muasal virus, bagaimana dapat tersebar, apakah dari transmisi lokal atau tidak, dan lain-lain," ujarnya.
Dikutip dari laman resminya, hasil sekuens telah diajukan ke Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), pada Selasa (25/8). GISAID adalah sebuah lembaga bank data yang saat ini menjadi acuan untuk data genom virus SARS-CoV-2.
Mutasi
Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Anggia Prasetyoputri menjelaskan SARS-CoV-2 merupakan virus yang memiliki materi genetik sehingga memiliki kemungkinan untuk mengalami perubahan atau mampu bermutasi dengan cepat.
Dari hasil WGS beberapa sampel virus yang ada di Indonesia, dia menyebut ditemukan adanya mutasi pada 12 sekuens SARS-CoV-2 yang telah diunggah di GISAID. Mutasi ditemukan pada nukleotida sehingga menyebabkan perubahan pada asam amino yang disandinya.
Namun, Anggia mengaku sampai saat ini belum diketahui apakah mutasi yang terjadi akan berpengaruh pada tingkat infeksi virus terhadap manusia ataupun adanya perubahan gejala yang timbul setelah terinfeksi Covid-19.
Teknologi Oxford Nanopore
Ratih menyampaikan Oxford Nanopore menggunakan prinsip kerja lubang berskala nano. Perangkat itu melewatkan arus ionik melalui pori-pori nano dan mengukur perubahan arus saat molekul biologis melewati pori-pori tersebut.
Informasi tentang perubahan arus kemudian dapat digunakan untuk mengidentifikasi molekul.
"Jika untai DNA dilewatkan melalui nanopore, terjadi perubahan arus saat basa G, A, T, dan C melewati pori dalam kombinasi yang berbeda", ujar Ratih.
Ratih mengatakan pengukuran arus tersebut menjadi dasar penentuan urutan basa dalam suatu sekuens. Namun, dia menegaskan masih diperlukan pengolahan data secara bertahap sehingga dapat diperoleh urutan genom lengkap dari suatu organisme.
Ratih menambahkan platform Oxford Nanopore memiliki banyak keunggulan, antara lain waktu pengerjaan cepat dan fleksibel, instrumen bersifat portabel dan berukuran mini, serta harga instrumen rendah.
"Namun, penggunaan platform ini masih sangat terbatas. Salah satu faktor pembatasnya adalah kurangnya sumber daya manusia yang terampil dalam menggunakan teknologi tersebut," ujarnya.
Lebih dari itu, LIPI mendorong penguasaan teknologi tersebut untuk membantu menghasilkan data genom virus SARS-CoV-2 lebih cepat sehingga Indonesia memiliki lebih banyak informasi genom virus yang sangat dibutuhkan di masa pandemi ini.
(panji/agt)