Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengumumkan Matahari sudah memulai siklus barunya (Solar Cycle 25).
Fenomena siklus baru Matahari ini merupakan tanda ada peningkatan cuaca antariksa yang bisa berdampak ke Bumi seperti jaringan listrik, satelit, GPS, sinyal penerbangan, roket, dan astronaut di luar angkasa.
Lihat juga:Dampak Siklus Baru Matahari Terhadap Bumi |
Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN), Rhorom Priyatikanto menyatakan Indonesia tidak akan terkena dampak dari fenomena siklus baru Matahari. Hal itu sebab Indonesia jauh dari daerah kutub meski Indonesia menjadi salah satu negara yang dilewati garis khatulistiwa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dampak di Indonesia karena wilayah ekuator jauh lebih kecil dibanding dampak di daerah dekat kutub," ujar Rhorom kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/9).
Rhorom menuturkan siklus baru Matahari merupakan perubahan periodik aktivitas Matahari yang diantaranya ditandai dengan variasi jumlah bintik Matahari yang muncul atau juga variasi frekuensi kejadian badai Matahari.
Dijelaskan Rhorom, periode siklus matahari terjadi sekitar 11 tahun. Saat disebut telah memasuki siklus ke-25 menurut hitungan modern yang dimulai tahun 1755.
Lebih lanjut, Rhorom menyampaikan badai Matahari lebih sering terjadi saat fase maksimum siklus Matahari. Dampaknya beragam, mulai dari gangguan medan magnet yang bisa mengganggu survei geofisika, gangguan komunikasi radio High frequency (HF), hingga peningkatan dosis radiasi kosmik pada ketinggian penerbangan.
"Siklus Matahari dapat mempengaruhi pola iklim. Namun, pengaruhnya pada perubahan iklim jauh lebih rendah dibanding faktor lain seperti gas rumah kaca," ujarnya.
(jps/mik)