MEET THE GEEK

Greg Hambali, Keluar dari LIPI Jadi Bapak Aglonema Indonesia

CNN Indonesia
Rabu, 07 Okt 2020 10:35 WIB
Berhasil mengawinkan silang tanaman hias Aglonema yang kini harganya bisa ratusan juta, Greg Hambali kini dijuluki bapak Aglonema Indonesia.
Greg Hambali, bapak aglaonema yang berhenti dari LIPI (Dok. Mia Hambali)
Jakarta, CNN Indonesia --

Nama Gregori Garnadi Hambali atau yang biasa disapa Greg Hambali merupakan nama yang melekat di kalangan komunitas penggemar tanaman hias khususnya Aglaonema atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai Aglonema atau Sri Rejeki.

Pria kelahiran Sukabumi ini populer atas karyanya yang berhasil menyilangkan bejibun tumbuhan. Namun karyanya yang paling melekat memang berkat penyilanganAglaonema. Greg bahkan memiliki gelar Bapak aglaonema di Indonesia karena berhasil melahirkan aneka silangan aglaonema baru. 

Menurut Greg pelafalan Aglonema yang tepat adalah Aglaonema yang berasal dari kata Aglao, yaitu daun yang mengkilap. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karya terpopulernya adalah Agalonema berjenis Harlequin yang dijual dengan harga Rp660 juta dalam satu pot dalam sebuah pelelangan pada 2006 silam. Selain Harlequin, Greg berhasil melahirkan Pride of Sumatera dan yang terbaru Lotus Delight dan Golden Hope. 

Aglaonema ‘Lotus Delight’, hybrid yang diberi nama oleh Tan Jiew Hoei (John Tan), seorang kolektor di Singapore, yang juga sahabat baik Pak Greg HambaliAglaonema ‘Lotus Delight’, hybrid yang diberi nama oleh Tan Jiew Hoei (John Tan), seorang kolektor di Singapore, yang juga sahabat baik Pak Greg Hambali (Dok. Mia Hambali) 

Kepada CNNIndonesia.com, Greg bercerita pertama kali ia tertarik dengan profesi 'penghulu' tanaman saat ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). 

Kala itu, ia pertama kali berhasil mengawinkan buah pepaya yang tak kunjung berbuah. Keberhasilan mencomblangi pepaya itu membuat dirinya tertarik bergelut di bidang pemuliaan tanaman.

"Saat masih di SMP saya pertama kali mengawinkansilangkan pohon pepaya. Pada waktu itu, saya lihat ada pohon pepaya yang tidak kunjung berbuah karena pada pohon tersebut ternyata tidak ada jantannya. Jadi, saya tempelkan serbuk dari pohon pepaya lain di pohon pepaya betina tadi sehingga akhirnya mencullah buah. Kemudian saya juga tertarik untuk menyilangkan tanaman-tanaman yang lain," kata Greg, Senin (5/10).

Jika dilihat ke belakang, Greg memang telah tertarik dengan dunia botani sejak ia kecil. Tepatnya, ia bercerita ketertarikan ini dimulai sejak ia mulai pandai memanjat pohon jeruk. 

Dari situ ia mengamati pohon jeruk secara holistik, bahkan ia mempertanyakan mengapa bisa sampai ada benalu di pohon tersebut. Pertanyaan yang cukup kritis bagi Greg yang saat itu masih kecil.

"Saya penasaran kenapa bisa ada benalu di pohon Jeruk. Saya juga mempertanyakan berbagai macam hal lain di pohon jeruk itu," kata Greg.

Singkat cerita, ia memilih jurusan Biologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 1973 silam. Saat itu ia merupakan salah satu dari dua mahasiswa di jurusan tersebut.

Greg bercerita, baru saja ia melepas status pelajar SMA menjadi mahasiswa, ia direkrut oleh Dr. Mien A. Rifai, Kepala Herbarium Bogor yang merupakan bagian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang saat itu masih bernama Lembaga Biologi Nasional.

Bermodalkan kemampuan botani tanpa gelar sarjana, ia bertugas untuk membantu identifikasi tanaman dan mencari penamaan ilmiah tanaman di sekitarnya. Ia mengambil pekerjaan tersebut karena bersifat paruh waktu, sehingga ia bisa tetap menjalankan studinya di IPB.

Greg mengatakan pekerjaannya di LIPI menjadi fondasi awal dirinya menekuni bidang persilangan. Sebab di LIPI, ia harus mengetahui latar belakang setiap tanaman yang hendak diteliti. Ujungnya pengetahuan ini membuat dirinya bisa mengetahui kekerabatan antar tanaman. Pengetahuan yang penting di dunia persilangan tanaman.

"Di LIPI saya cek literatur dan cek nama ilmiah untuk bantu identifikasi tanaman. Itu jadi basis saya bergerak di bidang persilangan. Dengan itu kita tahu kekerabatan tanaman yang kita tangani," ujar Greg.

Saat mengampu pendidikan di IPB sembari bekerja di LIPI,  Greg kemudian mendapatkan tawaran beasiswa dari British Council untuk melanjutkan studi sebagai Master of Science (MSc) di bidang Conservation and Utilization of Plant Genetic Resources di Universitas Birmingham, Inggris.

Pak Greg bersama putri dan Pak Hari Setiawan (orang yang pernah memenangkan lelang Harlequin pada harga Rp 660 juta rupiah). Foto diambil pd waktu ulang tahun Pak Greg yg ke-71 pd bulan Februari 2020Greg Hambali bersama Hari Setiawan, orang yang memenangkan lelang Harlequin pada harga Rp660 juta. (Dok. Pribadi)

 

Konflik idealisme dengan LIPI 

Pada tahun 1976, ia kemudian kembali ke Bogor untuk terus melakukan penelitian botani di LIPI. Greg mengatakan dirinya bekerja di LIPI dari tahun 1973 hingga 1983. 

Penyebab Greg keluar dari LIPI adalah dirinya memiliki jiwa muda yang 'berontak'. Ia memiliki idealisme bahwa ia menginginkan riset yang harus menjunjung pengertian mendalam ke alam, bukan hanya sekedar riset yang mengikuti program dari LIPI.

Di sisi lain, Greg menjelaskan LIPI memiliki program prioritas lembaga. Akhirnya ia hengkang dari LIPI setelah 11 tahun mengabdi. 

Meski hengkang dari LIPI, Greg mengaku  bersyukur atas 'konfliknya' dengan LIPI. Alasannya cukup simpel, ia mengatakan kontribusinya di dunia tanaman hias lahir dari konflik tersebut.

Ketika ia keluar dari LIPI, ia mengatakan bebas melakukan riset sendiri tanpa harus mengikuti program yang ada di lembaga.

"Ada konflik, saya di sini maunya riset yang saya mau dan tapi lembaga kan punya program yang sudah digariskan pemerintah. Bagaimanapun saya ucapkan terima kasih atas konflik itu karena saya jadi  punya program riset sendiri tanpa harus ikuti program yang di lembaga," tutur Greg.

"Mungkin kalau saya di LIPI terus malah saya tak akan fokus ke persilangan. Karena, lembaga punya riset sendiri yang terlalu untuk kepentingan semata, bukan ke pengertian lebih mendalam ke alam," lanjutnya.

Awal Mula Fokus Tanaman Hias

Greg menjelaskan dirinya awalnya memiliki riset yang fokus ke sistem reproduksi tanaman yang dipengaruhi oleh berbagai agen penyerbukan dan pemencaran biji.

Agen-agen ini membentuk sebuah persilangan alami yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan keanekaragaman tumbuhan saat ini di dunia.

Pada akhirnya atas anjuran Alm. Aryono dari Aditya Nursery, Greg beralih fokus riset ke tanaman-tanaman komersial yang menghasilkan uang. Riset ini berbasis rencana komersil yang pada intinya meriset tanaman yang memiliki manfaat. 

"Dari situ Alm Bapak Aryono berkata saya akan punya dana untuk meneliti tanaman-tanaman yang menarik tapi kecil dari sisi manfaat," kata Greg.

Dari situ, ia tertarik dengan bisnis tanaman hias karena tingkat biodiversitasnya sangat tinggi. Aglaonema commutatum tricolor pertama kali ia lihat di pameran tumbuhan pada 1982 akhir di Ancol. 

Greg mengatakan dirinya jatuh cinta dengan tanaman Aglaonema asal Filipina tersebut yang dipamerkan oleh Ibu Nus Sudiono dari Flora Sari Nursery. Pada akhirnya, ia melakukan riset dan mengawinkan Aglaonema Commutatum tricolor asal Filipina dengan Aglaonema Rotundum Sumatra. Kemudian lahirlah precursor yang merupakan cikal bakal Pride of Sumatra.

"Aglaonema Commutantum Tricolor dari Filipina saya silangkan dengan Aglaonema Rotundum dari Sumatra. Hasilnya yang dinamai Precursor cantik, tapi hasilnya kurang begitu merah. Setelah disilangkan kembali dengan Aglaonema rotundum sebagai pejantan, lahirlah Pride of Sumatera," tutur Greg.

Silangan Aglaonema yang dirilis pertama kali sekitar 1990-an, bernama aglaonema Pride of Sumatra. Aglaonema ini menjadi silangan berdaun merah pertama di dunia, selain Aglaonema Red Gold yang dihasilkan Sitiporn Nursery di Thailand. Pride of Sumatra pernah menjadi juara kedua pada kontes tanaman hias dunia yang diadakan di Belanda.

Profesi penghulu tanaman ini tak dihentikan Greg ketika melahirkan Pride of Sumatera. Saat itu ia sendiri sebenarnya belum yakin akan ada silangan lain yang melebihi kecantikan Pride of Sumatra.

Sejak saat itu, Greg mengakui telah mengawinkan Aglaonema sebanyak 10 ribu kali. Namun, hingga saat ini hanya sedikit yang berhasil. Karya paling fenomenalnya adalah Aglaonema Harlequin yang terjual Rp660 juta pada 2006.

Algaonema/ aglonema harlequin greg hambali.Algaonema/ Aglonema Harlequin yang berhasil dijual Greg Hambali hingga Rp660 juta. (dok. Mia Hambali)

Selain Aglaonema, Greg juga berhasil melahirkan Dracaena JT Stardust, aneka silangan Philodendron, salak, Calathea, dan Cyrtosperma yang masih dalam tahap evaluasi.

Greg mengaku bangga dengan Dracaena JT stardust. Ia mengatakan silangan ini memiliki pola 'debu bintang' di daunnya. Selain itu, ia mengatakan varietas ini merupakan hasil penyilangan Dracaena asli Indonesia, tepatnya dari Sumatra.

"Tanaman hibrida tipe seperti itu tidak ada duanya karena memang unik dan cantik. Selain indah, Dracanea JT Stardust juga lebih mudah diperbanyak, vigor yang lebih bagus dari induknya," tutur Greg.

Bagi Greg, tanaman hias di Indonesia menjadi nilai komersial tinggi karena banyak orang yang mau menggelontorkan banyak uang untuk hobi tanaman hias.

"Harga berapapun semua tergantung pada orang yang tak lagi cari uang untuk hidup cari makan tapi kesenangan dan hobi. Hobi itu tidak murah," kata Greg. 

Gelar Bapak Aglonema

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER