Terjun ke alam lalu kembali ke dalam laboratorium adalah hal yang biasa dilakukan Ayu Savitri Nurinsiyah. Rutinitas itulah yang kemudian membawa perempuan itu memperoleh sejumlah penghargaan, salah satunya sebagai salah satu Ikon Prestasi Pancasila tahun 2020 dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Ayu adalah peneliti muda di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Wanita kelahiran 1986 ini dikenal sebagai salah satu peneliti yang fokus meneliti spesies keong darat. Hingga kini, sebanyak 23 spesies baru keong darat telah ditemukan oleh Ayu bersama dengan peneliti lain.
Bagi sebagian besar orang, keong darat hanya sekedar binatang kecil bercangkang dengan lendir ketika bergerak. Namun bagi Ayu, keong darat adalah binatang yang berjasa membawanya merengkuh gelar doktor di Jerman dan mengabdi sebagai peneliti di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ayu menceritakan sejak kecil sudah bercita-cita sebagai profesor dan peneliti. Semakin dewasa, dia juga mengaku memiliki rasa penasaran dan minat yang tinggi terhadap sesuatu, terutama keong darat.
Perkenalan Ayu dengan keong darat terjadi belasan tahun silam ketika sedang berada di kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah. Kala itu, dia mengaku takjub lendir dari keong darat bisa menghentikan pendarahan di kaki saudaranya yang luka akibat menginjak pecahan kaca.
Dari situ, Ayu seolah tak bisa lepas dari keong darat. Misalnya, dia mengulas soal keong darat ketika membuat artikel mata pelajaran Biologi dalam Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) Sekolah Menengah Atas.
"Saya bikin tulisan, kan saya baca tentang keong. Semakin saya baca, semakin saya tidak tahu. Maksudnya, kok ternyata keong bisa macam-macam ya. Saya jadi kepo," ujar Ayu saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Penasaran Ayu terhadap keong darat terus berlanjut hingga mengambil gelar sarjana di Universitas Padjadjaran (Unpad). Bahkan, dia menyebut karya ilmiah, kuliah kerja, hingga skripsinya berkaitan dengan keong darat.
Tak hanya itu, keong darat membawanya ikut serta dalam program summer course Universitas Harvard di Kalimantan. Kala itu, program tersebut hendak mempelajari keong darat.
"Selama ini jalan saya kalau ngambil keong itu Alhamdulillah kayak dibuka sama Yang Maka Kuasa," ujarnya.
Singkat cerita, Ayu mengaku keong darat membuat dirinya bisa magang di Natural History Museum, London, Inggris. Di sana, Ayu mempelajari bagaimana membedah keong darat untuk mengetahui secara spesifik organ binatang tersebut.
Setelah beberapa bulan kemudian, dia pun mendapat tawaran beasiswa untuk merengkuh strata 3 di Jerman. Lagi-lagi, dia menyatakan mendalami dan meneliti keong darat hingga memperoleh gelar doktor.
"Pas pulang tahun 2018 ada pembukaan di LIPI di laboratorium molusca, bidang biologi. Saya apply CPNS, ikut semua SKD dan SKB, Alhamdulillah lulus dan sekarang jadi peneliti," ujar Ayu.
"Jadi kenapa jadi peneliti? Karena saya suka dan fokus meneliti keong," ujarnya.
Ayu menyampaikan kesenangan menjadi peneliti keanekaragaman hayati adalah bersentuhan dengan alam. Sehingga, tidak melulu harus berada di dalam laboratorium untuk menemukan sesuatu.
"Dasar jadi peneliti keanekaragaman hayati adalah kita melakukan ekspedisi ke tempat-tempat yang ada di Indonesia," ujar Ayu.
Bagi Ayu, alam Indonesia adalah laboratorium keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Banyak flora dan fauna aneh bisa ditemukan di Indonesia. Hal itu pula lah yang kemudian menjadi alasan lain dirinya memilih pulang ke Indonesia menjadi peneliti.
![]() |
Meski demikian, Ayu mengatakan untuk mengidentifikasi spesies baru memerlukan tahap panjang. Misalnya, salah satu spesies keong dinyatakan baru setelah empat tahun diteliti lewat literatur hingga pembedahan.
Bahkan, dia berkata harus berkemah di sebuah tempat untuk mencari spesies keong darat yang baru. Selain itu, publikasi juga diperlukan untuk dianalisis oleh ahli keong darat lain di seluruh dunia.
"Jadi perjalannya tidak mudah," ujarnya.
Di sisi lain, Ayu menjelaskan penelitian keanekaragaman hayati, misalnya penelitian tentang keong darat adalah dasar dari seluruh penelitian. Sehingga, inovasi tidak akan terwujud jika proses fundamental itu dilewati. Bahkan, kebijakan juga bisa salah karena penelitian keanekaragaman hayati dianggap remeh.
Misalnya, salah satu keong darat bisa punah hanya karena kebijakan pemerintah untuk memberantas hama tanaman. Pasalnya, pembuat kebijakan tidak bisa membedakan bekicot dengan keong darat yang endemik di wilayah itu.
"Kita gembar-gembor di luar sana Indonesia merupakan mega biodiversity, tertinggi dan mengalahkan Brazil bila keanekaragaman laut dan darat kita disatukan. Tapi begitu sampai ke bawah ternyata kita mengeliminasi jenis (keong) kita sendiri, itu kan sedih," ujar Ayu.
Tak hanya itu, penelitian keanekaragaman hayati menjadi penting untuk menemukan keong darat yang bisa bermanfaat secara ekonomi. Di Thailand, lendir keong darat sudah dimanfaatkan untuk komponen masker wajah. Di beberapa negara, keong darat sebagai obat.
Memang membutuhkan waktu lama untuk menemukan spesies keong darat yang bermanfaat, seperti Thailand yang melakukan penelitian sejak tahun 1980an. Akan tetapi, penelitian panjang bisa menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi di kemudian hari.
Ayu menilai peneliti di Indonesia masih sangat perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Di Jerman, peneliti mendapat dukungan karena pemerintahnya mengambil kebijakan berdasarkan sains.
Ayu kembali mengutarakan bahwa Indonesia sangat kaya dengan keanekaragaman hayati. Namun, penelitian yang ada saat ini hanya fokus pada penelitian yang memberikan dampak langsung.
"Yang namanya inovasi itu ketika punya dasar. Penelitian keanekaragaman hayati adalah dasarnya. Jadi sebelum inovasi harus perlu dasarnya. Itu yang terkadang terlewatkan, membuat kami sulit keanekaragaman hayati," ujar Ayu.
Lebih dari itu, dia mengajak anak muda untuk peduli dengan keanekaragaman hayati di Indonesia. Khusus untuk keong darat, dia melihat peneliti spesies itu masih sangat sedikit.
Dengan banyak peneliti, dia menegaskan berbagai hal positif akan ditemukan bagi bangsa ke depan.
"Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Saya berharap itu bisa menjadi modal kita untuk maju dan mandiri," ujarnya.