Darah kepiting tapal kuda atau belangkas disebut memiliki peran penting dalam pembuatan vaksin Covid-19 karena mampu mendeteksi kontaminasi bakteri yang terdapat di dalam vaksin.
Darah kepiting ini mampu mendeteksi endotoksin, zat yang dilepaskan oleh bakteri saat bakteri mati. Karena endotoksin dapat membunuh manusia jika masuk ke aliran darah, memanen darah kepiting purba ini untuk penelitian medis tetap lazim.
Sebelumnya, darah kepiting tapal kuda telah lama digunakan sebagai bahan kunci penelitian vaksinasi. Darah biru dari kepiting ini digunakan untuk menguji keamanan vaksinasi dan produk medis lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darah kepiting tapal kuda mengandung zat pembekuan khusus yang digunakan. untuk membuat ramuan yang disebut Limulus amebocyte lysate atau LAL.
Sebelum LAL, para ilmuwan tidak memiliki cara mudah untuk mengetahui apakah vaksin atau alat medis terkontaminasi bakteri, seperti E. coli atau salmonella. Para ilmuwan akan menyuntikkan vaksin ke sejumlah besar kelinci dan kemudian menunggu gejala muncul.
Tetapi ketika LAL disetujui untuk digunakan pada tahun 1970, LAL mengubah segalanya. LAL akan membungkus semua bakteri gram negatif dalam kepompong jeli ketika peneliti menjatuhkan LAL berjumlah kecil ke perangkat medis atau vaksin.
Meskipun tidak dapat membunuh bakteri, segel jeli seperti alarm yang memperingatkan akan adanya infeksi yang berpotensi mematikan dan mencegahnya menyebar.
Oleh karena itu, darah biru kepiting tapal kuda menjadi salah satu sumber daya termahal di dunia. Produk darah ini bisa dihargai US$60 ribu atau sekitar Rp885,8 juta per galon.
Setiap tahun, industri medis menangkap sekitar 600.000 kepiting tapal kuda. Kepiting terkuras 30 persen darahnya dan setidaknya 30 persen kepiting akan mati ketika darahnya dikuras.
Dilansir dari Nation of Change, sekitar 50 ribu kepiting mati saat proses tersebut. Para ahli konservasi telah mengatakan pemanenan hewan liar untuk penelitian biomedis tidak adalah metode yang tidak berkelanjutan.
Kepiting yang masih hidup akan dikembalikan ke air, tetapi tidak ada yang tahu seberapa baik atau apakah mereka pulih.
Pada tahun 2016, Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam memasukkan kepiting tapal kuda Amerika ke dalam daftar merah, satu tahap di bawah terancam punah. Populasi kepiting tapal kuda di AS bisa terus menurun, sebanyak 30 persen selama 40 tahun ke depan.
LAL Labs mengklaim bahwa kepiting yang dikembalikan pada akhirnya pulih, tetapi bukti baru menunjukkan bahwa tidak selalu demikian.
Profesor Zoologi University of New Hampshire, Win Watson mengatakan 10 hingga 25 persen hewan akan mati dalam beberapa hari pertama setelah pengurasan darah.
Dilansir dari Business Insider, kepiting yang kekurangan darah menjadi bingung dan lemah untuk jangka waktu tertentu, dan betina mungkin mengalami kesulitan untuk bertelur.
"Berdasarkan data kami dan data lainnya, saya pikir perusahaan perlu sedikit merawat mereka jika perusahaan ingin meningkatkan tingkat kelangsungan hidup mereka," kata Watson.
(eks/eks)