Ahli Nilai Efektivitas Vaksin Covid-19 Minimal 50 Persen

CNN Indonesia
Rabu, 14 Okt 2020 07:52 WIB
Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo mengingatkan semua pihak tidak terburu-buru melakukan vaksinasi sebelum uji klinis membuktikan tidak adanya ADE.
Ilustrasi vaksin Covid-19. (Foto: AP/Ng Han Guan)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo menjelaskan setidaknya efektivitas vaksin virus corona (Covid-19) bisa mencapai 50 persen bila disuntikkan ke manusia.

Terkait dengan hal itu, Ahmad mengingatkan semua pihak tidak terburu-buru melakukan vaksinasi sebelum uji klinis membuktikan tidak adanya ADE. Dia berkata vaksin harus benar-benar efektif.

"Kita tidak ingin memiliki vaksin yang jelek, artinya efikasinya hanya sekitar 20-30 persen. Kita ingin vaksin (Covid-19) yang minimal 50 persen efektif," ujar Ahmad.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ahmad belum ada bukti antibody dependent enhancement (ADE) bisa terbentuk pada Covid-19 akibat infeksi virus SARS-CoV-2. Dijelaskan Ahmad ADE baru diketahui terbentuk pada orang yang terinfeksi virus corona sebelumnya, yakni SARS dan MERS.

"Fenomena ADE ini terlihat di kasus MERS dan SARS. Saat ini belum ada bukti bahwa ADE bisa terbentuk pada Covid-19," ujar Ahmad lewat akun YouTube pribadinya, dikutip Selasa (13/10).

Ahmad menuturkan ADE dapat menyebabkan gejala penyakit SARS dan MERS menjadi lebih buruk, meski telah menerima vaksinasi. Dalam studi SARS, ADE membuat paru-paru seekor kera mengalami kerusakan meski telah menerima vaksin dari virus yang inaktivasi.

Sedangkan pada Covid-19, dia mengatakan belum ada data yang dapat menunjukkan fenomena ADE. Oleh karena itu, dia mengingatkan pentingnya uji klinis sebuah vaksin untuk mengetahui ADE.

"Uji klinis vaksin Covid-19 perlu dilakukan untuk memantau apakah ADE akan terjadi," ujarnya.

Adapun dalam uji praklinis pada hewan yang terinfeksi SARS-CoV-2, Ahmad menuturkan kera yang menerima vaksin Sinovac berbahan virus inaktivasi tidak mengalami kerusakan pada bagian paru-paru.

"Minimal dari uji binatang kita ketahui bahwa mudah-mudahan vaksin dengan menggunakan Sinovac ini, dan sama inaktivasi juga tidak menimbulkan ADE juga," ujar Ahmad.

Ahmad menambahkan pengujian vaksin milik AstraZeneca dan Moderna dengan metode yang berbeda dengan Sinovac juga tidak menemukan ADE.

Ahmad menambahkan untuk melihat ADE pada manusia tidak dilakukan seperti di binatang. Misalnya memberikan virus nyata secara sengaja (human challenge). Sebab, komisi etik di manapun tidak akan mengijinkan peneliti melakukan itu.

"Namun kita akan me-review hasil uji klinis ketika selesai nanti, diperkirakan sekitar tahun depan lalu menghitung berapa kejadian Covid-19 pada relawan yang diberikan vaksin versus yang diberikan plasebo," ujarnya.

Apa itu ADE pada virus corona?

ADE adalah fenomena dimana virus berikatan dengan antibodi untuk menginfeksi sel inang. Potensi terjadinya fenomena ADE ini bisa dilihat dari pola tertentu dari susunan DNA/RNA virus.

Sebelumnya, virus corona menginfeksi sel lewat reseptor ACE2 yang ada di paru-paru. Tapi dengan fenomena ADE, maka sel akan masuk ke sel lewat makrofag.

"Sehingga, virus berkembang di sel mikrofag (sel darah putih) bukan di sel saluran pernafasan lagi," tutur Guru Besar Ilmu Biologi Molekuler Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Chaerul Anwar Nidom kepada CNNIndonesia.com lewat pesan teks, Rabu (16/9).

"Akibatnya virus berkembang di makrofag dan merusak sel makrofag, seperti cara kerja HIV. Kemudian baru masuk ke paru dan organ lainnya," tambahnya.

Titik masuk Covid-19 nantinya akan bisa masuk bukan dari resptor ACE2 yang menjadi target vaksin. Lewat gambar, Nidom menjelaskan bagaimana virus dengan pola ADE berikatan dengan antibodi dan masuk ke dalam mikrofag, bereplikasi, dan bermutasi.

(jps/mik)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER