Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai kementerian yang punya hak untuk mencap suatu isu sebagai hoaks menyebut selalu melakukan berbagai verifikasi sebelum mendefinisikan sebuah konten adalah hoaks.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel A. Pangerapan menyebut pemerintah tak sekonyong-konyong menyebut sebuah konten merupakan hoaks.
Lebih lanjut, Semuel mengatakan salah satu bentuk hoaks di kala pandemi Covid-19 adalah infodemi. Istilah ini merujuk pada sebuah konten media sosial yang berkaitan dengan misinformasi hingga disinformasi (hoaks) yang terkait dengan topik pandemi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam melawan infodemi atau hoaks kami melakukan berbagai verifikasi. Tidak serta merta pemerintah melihat satu berita yang ditengarai hoaks langsung kita ambil langkah tanpa verifikasi, Kita selalu ambil langkah-langkah verifikasi," tutur Semuel dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin (19/10).
Sebagai satu tugas Kemenkominfo sebagai pengelolaan informasi dan komunikasi publik, kementerian ini kerap melakukan penyisiran hoaks dan misinformasi yang tersebar di masyarakat dan media sosial.
Sebelumnya, Menkominfo Johnny Gerald Plate sempat menyatakan informasi yang disiarkan pemerintah soal hoaks mengenai Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja tak perlu dibantah lagi.
Johnny menyatakan, hal tersebut lantaran pemerintah juga ikut dalam pembahasan UU Cipta Kerja di DPR.
"Kalau pemerintah sudah bilang versi pemerintah itu (informasi) hoaks, ya dia hoaks. Kenapa membantah lagi?" kata Johnny dalam tayangan Mata Najwa yang disiarkan di Trans7, Rabu (14/10).
Pernyataan Johnny itu sekaligus merespons tudingan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati yang menyebut bahwa justru pemerintah yang menciptakan hoaks dan disinformasi mengenai UU Cipta Kerja.
Semuel juga mengungkap hingga saat ini, Kemenkominfo telah menemukan 2.020 hoaks di media sosial dengan 1.197 topik hoaks Covid-19. Dari 2.020 hoaks, pihaknya telah memblokir 1.759 hoaks di media sosial.
"Kita perlu melakukan pengendalian, bukan untuk membatasi masyarakat terhadap kebebasan berekspresi atau kebebasan berpendapat tapi karena situasi pandemi ini kita perlu meluruskan info-info yang salah agar tidak membuat keresahan masyarakat," tutur Semuel.
Semuel mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah munculkan suatu istilah baru, yakni infodemi atau wabah informasi sesat. Infodemi ini terbagi menjadi tiga hal, yaitu disinformasi, malinformasi dan misinformasi.
"Disinformasi ini sengaja dibuat untuk mendisrupsi info yang beredar atau memberikan info yang salah hingga berbahaya bagi masyarakat. Kedua adalah malinformasi, informasi ini faktual tapi dia menargetkan orang tertentu dengan tujuan tertentu. Ketiga adalah misinformasi, misinformasi ini tidak tepat tapi tidak ada kesengajaan," kata Semuel.
(jnp/eks)