Peneliti LIPI Bicara Soal Cairan yang Diduga Bakar Kejagung

CNN Indonesia
Minggu, 25 Okt 2020 05:30 WIB
Peneliti Kimia LIPI memberikan pendapatnya terkait cairan kimia penghilang debu yang diduga memperbuas kebakaran gedung utama Kejagung pada 22 Agustus lalu.
Kondisi gedung utama Kejaksaan Agung yang terbakar di Jakarta, Minggu (23/8/2020).(ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkap soal minyak lobi merek Top Cleaner yang dianggap menjadi pemicu membuasnya api yang menghanguskan gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 22 Agustus lalu.

Peneliti Bidang Kimia LIPI Joddy Arya Laksmono mengungkap minyak ini merupakan penghilang debu (dust remover) yang memang sensitif dengan pengaruh api, percikan api termasuk dari arus pendek listrik. Selain itu, cairan ini pun tak diimbau untuk dihindari terhirup secara secara langsung.

Dalam perdagangannya, kata Joddy, dust remover ini kemudian diencerkan lagi menggunakan pelarut organik. Proses pencampuran dapat ditambahkan etanol atau pelarut lainnya seperti xylene atau lebih dikenal awam dengan sebutan thinner.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pelarut organik yang sering digunakan adalah xylene karena kemampuan melarutkan yang baik.

Xylene diketahui memiliki sifat sebagai cairan oksidator kuat, berwarna bening hingga kuning muda, memiliki titik didih pada temperatur 135 - 145 celsius, dan flash point (titik nyala) pada temperatur 25 celsius.

Titik nyala merupakan suatu kondisi yang menyatakan temperatur terendah dari suatu bahan yang mudah menguap, di mana uapnya menyala andai diberikan penyulutan api.

"Oleh karena itu, xylene dengan titik nyala pada temperatur 25 derajat celsius perlu penanganan khusus dalam penggunaannya maupun penyimpanannya. Dengan sedikit percikan saja, maka uap xylene akan dengan mudah mengalami pembakaran pada temperature ruangan," kata Joddy kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (24/10).

Sebelumnya dalam rilis yang dilakukan pada Jumat (23/10) lalu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menemukan fakta bahwa Kejaksaan Agung sudah dua tahun menggunakan cairan pembersih mudah terbakar yang tidak memiliki izin edar.

Sementara itu, percikan api yang membakar gedung Kejagung diduga berasal dari bara api puntung rokok yang dibuang sejumlah kuli bangunan ke dalam polybag yang berisi sampah, dan beberapa material mudah terbakar.

"Penggunaan senyawa xylene harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Material Safety Data Sheet (MSDS). Pola penanganan xylene dapat dilakukan dengan mematuhi persyaratan sesuai spesifikasi senyawanya, segera lepas pakaian yang terkontaminasi," tutur Joddy.

Api yang melahap gedung utama Kejagung sejak Sabtu malam, 22 Agustus 2020, pukul 19.10 WIB, membesar lagi pada Minggu (23/8) dini hari WIB, Jakarta Selatan. (CNNIndonesia/Thohirin)Api yang melahap gedung utama Kejagung sejak Sabtu malam, 22 Agustus 2020, pukul 19.10 WIB, membesar lagi pada Minggu (23/8) dini hari WIB, Jakarta Selatan. (CNNIndonesia/Thohirin)

Joddy mengatakan pakaian terkontaminasi harus dibersihkan. Selain itu pengeringan terhadap instalasi pun harus secara menyeluruh sebelum digunakan.

Pengguna juga disarankan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Kemudian APD yang terkontaminasi jangan dibuang ke saluran pembuangan. Selain itu perlu pula menggunakan peralatan tahan api / ledakan.

Berdasarkan MDS dari Dust remover, diketahui komponen kimia penyusun dust remover adalah 1,1-Difluoroethane sebesar >99,65% dan etanol <0,35%.

Bahan kimia 1,1-Diflouroethane merupakan produk petrokimia berupa gas yang dicairkan dan memiliki sifat-sifat kimia-fisik tertentu.

Namun, dalam hal ini fungsi dari senyawa 1,1-Diflouroethane adalah sebagai zat aktif untuk menarik debu yang ada di permukaan benda. Sedangkan etanol memiliki fungsi sebagai pelarut organik yang digunakan dalam produk tersebut.

Berdasarkan International Agency for Research on Cancer, etanol merupakan senyawa yang termasuk memiliki kategori risiko menimbulkan kanker (karsinogenik).

Dalam pedoman MSDS, penggunaan dust remover hanya boleh di dalam ruangan tertentu dengan ventilasi yang baik serta bebas dari pengaruh api, percikan api maupun potensi arus pendek listrik.

Beberapa potensi gangguan kesehatan yang timbul akibat penggunaan dust remover yang tidak sesuai anjuran seperti jika kontak langsung dengan mata akan mengakibatkan termasuk rasa sakit yang hebat, pengaburan pada kornea, kemerahan, bengkak, dan bahkan hingga kebutaan.

Bila kontak langsung dengan kulit, akan terjadi perubahan warna kulit, dan kerusakan jaringan.

"Sedangkan jika terhirup langsung disengaja bisa berbahaya atau fatal, Iritasi Saluran Pernafasan dengan tanda / gejala dapat berupa batuk, bersin, ingus, sakit kepala, suara serak, dan hidung dan Sakit tenggorokan. Serta jika tertelan, dust remover dapat diserap setelah konsumsi dan menyebabkan efek organ target," kata Joddy.

(jnp/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER