Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan fenomena pusaran angin yang terjadi di waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, bukan fenomena puting beliung melainkan water spout atau tornado yang terkoneksi dengan air dengan skala mikro.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri melaporkan puting beliung berputar-putar di atas Waduk Gajah Mungkur, Kabupaten Wonogiri,J awa Tengah selama 15 menit pada Rabu (20/1).
Staf Seksi Kedaruratan BPBD Wonogiri, Joko menyebutkan bahwa angin yang menggulung itu tidak sempat sampai ke wilayah daratan dan pemukiman warga. Alhasil, tidak ada korban jiwa dari insiden itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Joko menerangkan angin puting beliung yang berputar tersebut perlahan menghilang ketika hampir sampai di wilayah keramba yang ada di sekitar perairan Waduk Gajah Mungkur.
LAPAN menjelaskan mengapa peristiwa itu adalah water sprout alih-alih puting beliung. Menurut peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN Dr. Erma Yulihastin, terdapat perbedaan mendasar antara fenomena water spout dan angin puting beliung akibat kondisi anomali cuaca.
"Perbedaan water spout dengan puting beliung dapat diidentifikasi dari koneksinya dengan media air yang terdapat di bagian dasarnya," jelas Erma seperti dikutip dari situs LAPAN.
Erma menjelaskan water sprout hanya terjadi ketika ada kontak dengan air. Skala angin ini pun mikro, sehingga fenomena ini hanya dapat terjadi di atas danau, tambak, sungai, bendungan, dan lain-lain.
Sementara puting beliung memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan pada kisaran di bawah skala F-2 (Skala Fujita-2, menurut ahli tornado keturunan Jepang Tetsuya Fujita dari Universitas Chicago).
"Dengan demikian, puting beliung memiliki lintasan kurang darisatu kilometer dengan durasi hidup di bawah satu jam," jelasnya lagi.
Erma menjelaskan bahwa ciri water spout secara visual dapat dikenali dari bentuknya yang seperti suatu belalai atau corong pipa panjang dan terlihat turun dari suatu awan jenis cumuluscongestus atau cumulonimbus. Menurutnya, kejadian serupa sempat terjadi di Cirebon, 4 Januari 2021 lalu.
"Kejadian ini tak hanya langka tapi juga termasuk cuaca ekstrem karena menggambarkan badai super sel pada skala ruang yang mikro (puluhan meter)," ujar Erma.
Erma menambahkan, sangat sedikit ditemui bahwa water spout dapat bertahan lama atau bahkan berpindah dari air menuju darat.
Karena dukungan kelembapan atau uap air yang dihasilkan oleh suatu permukaan air cenderung memiliki karakteristik yang khas, maka water sprout yang pernah terbentuk di suatu area, memiliki potensi besar dapat terjadi lagi di wilayah tersebut.
(eks/eks)