Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia baru berusia 76 tahun. Namun, peradaban yang mendiami wilayahnya bisa ditelusuri hingga 45 ribu tahun yang lalu.
Baru-baru ini tim peneliti menyatakan telah menemukan gambar cadas atau lukisan gua tertua dunia di Leang Tedongnge, Sulawesi Selatan. Lukisan bergambar babi berkutil itu diperkirakan berusia 45.500 tahun atau bertepatan ketika Zaman Es berlangsung di belahan bumi lainnya.
Adhi Agus Oktaviana, peneliti Puslit Arkeologi Nasional yang terlibat dalam riset itu mengatakan temuan itu tidak serta merta menjadi dasar bahwa peradaban manusia prasejarah di Sulawesi lebih maju dari daerah lain di Indonesia atau luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan masih perlu banyak bukti untuk membuktikan bahwa penemuan lukisan gua tertua di dunia di Sulawesi menjadi penanda kemajuan sebuah peradaban manusia prasejarah.
"Kita harus ada dukungan dari arkeologinya. Sedangkan di umur segitu bukti arkeologinya masih sedikit," ujar Adhi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (21/1).
Adhi menuturkan hasil ekskavasi arkeologi baru bisa mencapai ke peradaban 30 ribu tahun yang lalu. Belum ada bukti arkeologi ke 45.500 tahun yang lalu meski ditemukan seni portabel yang mirip dengan seni cadas berusia sekitar 26 ribu tahun.
Kunci Pahami Jalur Migrasi Manusia Modern ke Nusantara
Saat ini, Adhi menyampaikan temuan tersebut amat penting dalam memahami pola dan jalur migrasi manusia modern ke Nusantara, sekaligus adaptasi mereka di kepulauan.
Selama Zaman Es berlangsung, dia berkata selat-selat dalam yang mengelilingi Sulawesi tidak pernah mengering, sehingga mustahil bagi manusia prasejarah untuk masuk ke wilayah ini tanpa menyeberangi lautan.
Temuan itu mengindikasikan teknologi maritim mungkin telah dikuasai oleh manusia modern awal (Homo sapiens) yang masuk ke Nusantara sejak puluhan ribu tahun yang lalu.
Manusia Prasejarah Nusantara Lebih Maju
Adhi kemudian menjelaskan soal motif lukisan babi kutil yang merupakan hewan endemik Sulawesi itu dengan tanda kecerdasan budaya manusia 45 ribu tahun di sana.
"Umur dari lukisan babi berkutil Sulawesi tersebut menunjukkan praktik perburuan hewan endemik ini telah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu," ujarnya.
Selain itu, Adhi menilai temuan gambar cadas tertua menunjukkan bahwa secara kognisi pola pikir manusia prasejarah tidak sesederhana yang diperkirakan manusia modern saat ini. Sebab, dia menyebut ada kemungkinan manusia prasejarah mengekspresikan dirinya dan berkomunikasi di sela berburu.
"Bisa juga dia menggambar itu untuk mengkomunikasikan ke generasi penerusnya, anaknya," ujar Adhi.
Penemuan banyak gambar cadas di Indonesia juga memberi petunjuk bahwa ada kemungkinan manusia prasejarah di Indonesia lebih maju daripada yang ada di negara lain. Di Eropa diketahui tidak banyak ditemukan gambar cadas pada periode waktu ditemukannya gambar cadas terbaru si Sulsel.
"Berarti pola pikir masyarakat di Nusantara ya hampir sama lah kayak di Eropa cara menggambar gimana. Walau di sana ada beberapa kelebihan, gambar-gambarnya ada polychrome, menggunakan beberapa warna," ujarnya.
"Tapi dari segi nilai-nilai yang digambarkan menurut kami sama saja manusia prasejarah dulu," ujar Adhi.
Dalam laman Arkenas, gambar cadas merupakan salah satu peninggalan manusia masa lampau berupa gambar, lukisan, hingga pahatan pada media bongkahan batu, tebing, cerukan, dan gua yang umumnya pada bentukan batuan karst.
Gambar cadas yang ditemukan di Indonesia umumnya berupa gambar tangan, figur manusia, figur satwa, imaji geometris, peralatan, dan perahu.
Adhi menceritakan warna pada gambar cadas berasal dari bahan-bahan alami, seperti oker atau hematit yang umumnya berwarna merah. Selain itu ditemukan gambar cadas ada berwarna hitam yang diduga digambar dengan menggunakan arang atau mangan.
"Tapi kami belum bisa menyatakan ada zat organik lain karena dari analisis belum diketahui," ujar Adhi seraya memberi informasi bahwa ada mahasiswa ITB sedang melakukan studi untuk mengetahui bahan untuk gambar cadas.
Hubungan lukisan Tertua di Sulawesi Masih Diteliti
Arkeolog mengaku belum dapat memastikan hubungan antara gambar cadas tertua di dunia berusia minimal 45.500 tahun yang ditemukan di gua Leang Tedongnge, Sulawesi, dengan gambar cadas yang ditemukan Leang Bulu Sipong yang berusia minimal 43.900 tahun.
Arkeolog Basran Burhan mengatakan belum ada penelitian yang benar-benar mengungkap cara hidup manusia prasejarah saat itu. Sehingga, belum dapat diungkap gambar cadas yang ditemukan di tempat berbeda saling berkaitan.
"Kalau itu kami tidak tahu. Kami juga belum tahu cara hidup manusia saat itu apakah berkelompok atau tidak. Kami tidak tahu persisnya," ujar Basran kepada CNNIndonesia.com.
Basran hanya bisa menduga bahwa manusia yang membuat gambar cadas itu adalah manusia modern awal atau Homo sapiens. Dugaan itu berdasarkan usai gambar yang diperoleh setelah dilakukan pemeriksaan.
Lebih lanjut, Basran menyampaikan ada dua periode lukisan di Sulawesi, yakni periode di atas 18 ribu tahun dan periode di bawah 18 ribu tahun. Menurutnya, dua periode itu sudah diketahui sejak lama.
"Jadi ada dua periode. Cuma memang agak berbeda warnanya. Itu sudah lama diketahui," ujarnya.
Di sisi lain, Basran yang terlibat dalam penemuan gambar cadas di Leng Tedongnge mengaku hanya menemukan dua gambar. Gambar pertama adalah babi kutil dan cap tangan.
Basran belum mengetahui mengapa manusia prasejarah saat itu hanya membuat dua gambar di Leang Tedongnge, serta hanya beberapa model gambar di gua lain. Dia menyebut belum ada penelitian terkait dengan hal tersebut.
"Belum tahu kenapa seperti itu. Belum ada penelitiannya," ujar Basran.
Peneliti Gambar Cadas Prasejarah Institut Teknologi Bandung (ITB), Pindi Setiawan mengatakan, peneliti belum memiliki banyak bukti dari berbagai disiplin ilmu yang dapat menjawab awal peradaban manusia berasal Sulawesi, namun ia meyakini era seni lukisan gua zaman Sundaland.
"Usia 45.500 tahun dan masuk dalam fase zaman es," kata Pidi kepada CNNIndonesia.com.
Periode zaman es merupakan periode yang beberapa wilayah diselimuti es pada 40.000 tahun lalu. Pidi mengatakan fase tersebut masuk pada periode zaman es yang artinya bagian kutub selatan dan kutub utara dunia masih diselimuti es.
Atas dasar itu ia yakin lukisan babi kutil yang ditemukan arkeolog di gua Sulsel merupakan bagian dari periode Sundaland. Sundaland merupakan wujud Indonesia di Zaman Es pada Periode Glasial. Menurut Pindi, saat itu air laut surut hingga 150 meter.
Pindi menjelaskan, pada masa 20.000 tahun lalu, Indonesia hanya memiliki garis pantai dari Banjarmasin ke Semarang lalu ke Banyuwangi. Namun pada 40.000 ribu tahun lalu, Indonesia hanya memiliki garis pantai yang terhubung dari Banyuwangi ke Banjarmasin.
Hal itu membuktikan, bahwa penemuan lukisan dengan gambar babi hutan peninggalan prasejarah yang ada di gua Leang Tedongnge itu, di saat Indonesia masih menyatu menjadi paparan Sunda atau disebut Sundaland.
Dikutip laman resmi LIPI, guru besar Oxford University, Stephen Oppenheimer, dalam buku yang berjudul Eden in the East, menyatakan bahwa nenek moyang induk peradaban manusia modern (Mesir, Mediterania, dan Mesopotamia) berasal dari tanah Melayu yaitu Sundaland (Indonesia).
Arnold HL Heeren dalam bukunya The Historic Research tahun 1846, mengatakan Sunda dan Jawa sudah dikenal sejak zaman Romawi Kuno. Adalah geografer Romawi bernama Claudius Ptolemy (100-170 Masehi) yang menulis ada tempat bernama Sinde (Sunda) dan Jabadia (Javan-Dwipa/Jawadwipa/Jawa) di wilayah bernama Aurea Chersonesus (Golden Peninsula).
Kemudian ada beberapa ilmuwan Belanda yang mulai meneliti Sundaland antara lain Gustaf Molengraff dan Reinout Willem van Bemmelen di paruh pertama abad ke-20.
Bemmelen disebut-sebut yang pertama mengusulkan nama Sundaland di forum ilmiah. Sampai sekarang, semua penelitian multi disiplin bersepakat untuk menamai benua tenggelam di Indonesia ini sebagai Sundaland.