PP Postelsiar Disebut Bisa Paksa Netflix dkk Adil di RI

CNN Indonesia
Senin, 22 Feb 2021 21:01 WIB
PP 46 2021 tentang Postelsiar dinilai bisa membuat perusahaan OTT asing seperti Netflix hingga Google wajib bekerjasama dengan pemain lokal.
Ilustrasi Netflix. (CNN Indonesia/Daniela)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) 2015-2018 Agung Harsoyo menilai aturan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2021 tentang Postelsiar bisa mendesak layanan streaming konten digital atau over-the-top (OTT) global seperti Netflix, Google, hingga Facebook bisa berlaku adil di Indonesia.

Pasalnya dengan PP Postelsiar atau Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran itu, Netflix dan OTT asing yang menjalankan kegiatan usaha di Indonesia wajib bekerjasama dengan penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi lokal.

"Ini masalah keadilan saja. Mereka tak melakukan investasi dan OTT itu hanya memakai jaringan telekomunikasi yang sudah ada. OTT asing tersebut tak perlu tarik kabel untuk menghubungkan ke bandwidth internasional. PP Postelsiar dapat menjunjung tinggi kedaulatan dan rasa keadilan," ujar Agung mengutip Antara, Senin (22/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia, kerja sama OTT asing dengan pelaku usaha lokal sudah menjadi desakan di berbagai negara di dunia baik di negara berkembang maupun negara maju.

Namun yang terjadi saat ini terjadi adalah OTT global yang beroperasi tidak melakukan investasi dan tidak membayar pajak di negara-negara dimana mereka beroperasi, namun OTT asing tersebut mengambil keuntungan yang besar dari negara-negara tersebut.

"OTT asing yang mencari keuntungan finansial di Indonesia harus memberikan kontribusi bagi negara. Negara-negara Eropa juga sudah mulai membuat aturan kewajiban kerja sama antara OTT asing dengan perusahaan lokal," katanya.

Karena pengaturan kerja sama OTT asing dengan operator telekomunikasi sudah tepat, lanjutnya, sekarang tantangannya adalah bagaimana aturan tersebut dijalankan secara konsisten oleh pemerintah namun tidak merugikan mereka. Sehingga OTT asing masih bisa mendapatkan keuntungan dari usahanya di Indonesia.

Dalam hal ini menurutnya dibutuhkan kecerdasan dalam membuat aturan pelaksanaannya sehingga ada win-win solution supaya negara dan masyarakat mendapatkan manfaat. Sedangkan OTT asing yang memberikan kontribusi kepada negara dan masyarakat Indonesia juga tidak mengalami kerugian.

Kewajiban kerja sama OTT asing dengan operator lokal juga akan mempermudah dari penanganan keamanan dan penegakan hukum.

"Jika ada masalah hukum, karena tempat kejadian perkara ada di Indonesia maka penegak hukum akan terkesan lebih mudah dan cepat penanganannya. Sebab fisiknya ada di Indonesia. Dengan fisik di Indonesia, OTT asing tersebut akan memenuhi aturan yang ada di Indonesia," ujar Agung.

Ia menambahkan, pemerintah harus pintar dan elegan dalam membuat regulasi agar dapat menyeimbangkan kepentingan nasional namun tak membuat OTT asing mati atau kabur dari Indonesia.

"Sehingga dampak dari regulasi yang nanti dibuat pemerintah harus tetap condong kepada kepentingan Nasional dan masyarakat Indonesia. Mungkin tidak 100 persen," katanya.

Sebelumnya beredar kabar OTT asing seperti Facebook, Google, Netflix, hingga Apple melalui petingginya untuk kawasan Asia Pasifik keberatan atas isi PP Postelsiar terutama Pasal 14 yang mencantumkan kewajiban kerjasama dengan operator telekomunikasi.

Dalam Pasal 14 itu dinyatakan, OTT yang menyelenggarakan layanan di Indonesia wajib bekerjasama dengan operator telekomunikasi, jika tak ada kerjasama, maka operator bisa melakukan 'pengelolaan trafik' dari layanan tersebut.

Pemerintah resmi menerbitkan PP nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar). Dalam turunannya, pasal PP ini membahas tiga poin di antaranya adalah Penyelenggara Telekomunikasi pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio dapat melakukan pengalihan hak penggunaan frekuensi radio kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.

Lalu poin selanjutnya membahas Spektrum Frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pita frekuensi radio yang telah ditetapkan hak penggunaannya dalam IPFR. Lalu, ayat (3) membahas pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam prinsip persaingan usaha yang sehat, non diskriminatif dan perlindungan konsumen.

(antara/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER