Penyebab puluhan Paus Pilot Sirip Pendek (Globicephala Macrorhynchus) terdampar di perairan Bangkalan, Madura terungkap.
Peneliti Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Sapto Andriyono, menyebut ada sejumlah faktor yang mengakibatkan terjadinya fenomena itu, di antaranya adalah cuaca ekstrim, pencemaran lingkungan hingga perilaku manusia.
Sapto menyebutkan, sekawanan paus pilot tersebut diduga mati karena cuaca ekstrim. Mengingat, cuaca ekstrim terjadi beberapa minggu terakhir. Yakni, La Nina yang menyebabkan badai di kawasan selatan pulau Jawa atau Samudera Hindia.
"Fenomena alam La Nina dan El Nino juga memungkinkan perubahan magnetik di laut. Perubahan itu dapat berpotensi mengubah sistem sonar pada paus," kata Sapto yang juga dosen mata kuliah biologi laut tersebut, Selasa (25/2).
Dengan fenomena alam itu, sekawanan paus pilot bermigrasi ke wilayah yang lebih tenang dan berusaha berteduh dari kondisi badai laut di kawasan ini. Namun, dugaan disorientasi ke wilayah yang semakin dangkal menyebabkan sekawanan paus justru berenang ke arah perairan selat Madura yang lebih dangkal.
Kejadian serupa terjadi pada Juni 2016. Menurut Sapto, kejadian tersebut sangat mungkin terjadi dengan kondisi yang sama dengan kasus di Bangkalan. Namun, sekawanan paus pilot itu mengarah ke selatan selat Madura, hingga akhirnya merapat di Perairan Probolinggo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari kasus saat itu, dilaporkan 10 paus mati dari kawanan paus yang berjumlah 32 ekor. Selain cuaca, Sapto menyebut bahwa kematian paus memiliki beragam aspek yang masih perlu mendapatkan kajian secara mendalam.
Baik dari sisi habitat tempat hidupnya, behavior-nya yang hidup dalam kelompok, maupun kemungkinan penyakit pada paus alpha (pemimpin) yang menyebabkan anggota kelompok paus tersebut ikut mati.
Masalah pencemaran di daratan serta banyaknya pencemaran sampah plastik yang terus meningkat juga menyebabkan kualitas perairan pesisir laut semakin menurun. Di sisi lain, paus melakukan migrasi ke daerah itu untuk mencari kawasan yang tenang dan aman.
"Dengan kondisi sedimentasi yang tinggi dan pencemaran domestik berupa sampah dan plastik yang juga tersebar, ini menjadikan tingkat stres paus-paus yang terdampar sangat tinggi," ujar dia.
Sapto juga mengomentari beberapa video amatir yang tersebar di sejumlah media sosial. Terlihat masyarakat yang tengah asyik berfoto-foto dan bahkan menaiki paus yang dalam kondisi semakin stres.
Menurutnya, kesadaran masyarakat terkait ekosistem laut perlu menjadi perhatian dan kajian ke depan. Terutama soal pengetahuan terhadap biota dan ekosistem laut. Fenomena itu juga menjadi kesempatan untuk melakukan evaluasi ke depan.
"Belum lagi warga yang berkerumun di sekitar ikan paus yang mencoba memberikan pembasahan, namun kemungkinan dilakukan pada bagian dekat blow hole (lubang pernapasan terletak berdekatan dengan bagian depan kepala dan condong ke kiri). Ini malah menyebabkan mamalia laut stres akibat sulit bernafas," katanya.
Sebelumnya pada Kamis (18/2), kawanan Paus Pilot atau Globicephala dilaporkan terdampar di Perairan Pantai Desa Patereman, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Madura.
Berdasarkan data per Jumat (19/2) terdapat 52 paus yang terdampar. 49 diantaranya sudah ditemukan dalam keadaan mati, sedangkan 3 ekor paus yang masih hidup sudah dikembali ke laut lepas.
Namun demikian, per hari ini Sabtu (20/2) dua ekor paus yang telah diupayakan kembali ke laut lepas, ditemukan mati meskipun telah dicoba hingga 4 kali pengembalian. Sehingga, hanya 1 ekor yang berhasil kembali ke laut lepas dan akan terus dipantau perkembangannya.