Dicky memandang data kasus harian hingga kematian yang dipublikasikan pemerintah tidak bisa dikatakan valid. Sebab, dia melihat jumlah kasus harian yang menurun tidak diikuti dengan penurunan positivity rate.
Berdasarkan data KawalCovid19, tingkat positivity rate di Indonesia mencapai 14,54 persen per tanggal 9 Maret 2021.
"Positivity rate yang di atas 10 persen artinya laju penyebaran Covid-19 di negara itu tinggi dan termasuk tidak terkendali pandemi, karena banyak kasus infeksi tidak terdeteksi. Termasuk pengetesan dan penelusuran tidak memadai, jauh dari cukup," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga adanya tren penurunan bukan satu indikator baik. Malah kita harus mengevaluasi penguatan," ujarnya.
Tingginya angka kematian di Indonesia, lanjut dia membuktikan sejumlah tindakan yang diperbuat pemerintah tidak efektif.
Dicky menambahkan menurunnya jumlah angka pengetesan bisa disebabkan oleh sejumlah faktor. Misalnya, dia melihat tenaga kesehatan terfokus untuk program vaksinasi. Namun, dia melihat hal itu berbahaya karena bisa mengabaikan strategi utama pengendalian pandemi yakni pengetesan, penelusuran, hingga perawatan.
Lebih parahnya lagi, dia menyampaikan pengabaian 3T membuat potensi timbulnya varian baru di Indonesia akibat dari banyaknya penularan yang tidak terdeteksi dan terkendali.
Lebih dari itu, Dicky juga mengaku sulit untuk memprediksi puncak Covid-19. Sebab, dia menyatakan kasus harian di Indonesia tidak konsisten menurun dalam dua pekan terakhir. Kemudian, dia mengatakan tingkat positivity rate belum di bawah 5 persen.
"Kalau kasus menurun, tapi positivity rate di atas 10 persen itu belum puncak namanya," ujarnya.