Berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) KBB, gempa pada 28 Agustus 2011 berkekuatan magnitudo 3,3 yang disebabkan oleh pergerakan Sesar Lembang, menghancurkan sedikitnya 278 rumah.
Gempa dengan kedalaman 8 km yang terletak di koordinat 6-4 '59'85 LS,107-34 '12'75' BT itu merusak 268 rumah di Kampung Muril Rahayu, Desa Jambudipa. Rinciannya, 89 rumah rusak ringan, 72 rusak sedang, dan 107 di antaranya tanpa keterangan.
Tingginya angka kerusakan diakui Kepala Desa Jambudipa Cece Suryadi lantaran tidak semua rumah warga sudah menerapkan konsep bangunan yang lebih tahan gempa. Sejauh ini pun belum ada rencana merelokasi mereka ke tempat yang lebih aman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belum, masih jauh dari ideal. Di sini banyak bangunan menggunakan batu dan bata saja karena kemampuan (ekonomi) masyarakatnya belum merata. Tapi minimal dengan kewaspadaan ketika terjadi gempa, masyarakat sudah tahu harus lari kemana," tuturnya.
Selain di Jambudipa, kerusakan juga terjadi di Desa Pasirhalang. Dalam laporan BPBD KBB, sebanyak 10 unit rumah terdampak tanpa ada keterangan jenis kerusakan.
Gempa yang berakibat pada kerusakan itu memperkuat bukti bahwa Patahan sepanjang kurang lebih 29 km itu merupakan sesar aktif. Sebelumnya, potensi terjadinya gempa besar akibat sesar lembang masih jadi bahan perdebatan.
Kejadian bencana alam seperti gempa bumi adalah kejadian khusus karena tidak bisa diduga kapan akan terjadi. Hal yang dapat dilakukan adalah mempersiapkan reaksi warga dan meningkatkan kemampuan warga menghadapi bencana atau mitigasi. Atau, berinvestasi mengurangi risiko bencana sejak awal membangun rumah.
Cece sudah mengetahui Kampung Muril Rahayu potensi gempa bumi akibat pergerakan Sesar Lembang masih menghantui warganya. Musababnya, garis sesar itu membentang dari timur ke barat termasuk Kampung Muril Rahayu.
"Saya sendiri masih tinggal di sini (Kampung Muril Rahayu). Sebagaimana yang kita tahu, gempa ini kan tidak bisa diprediksi kapan akan terjadi. Berarti masyarakat harus waspada, ketika terjadi (gempa) langsung cari lokasi yang lebih aman," kata Cece.
Cece mengklaim, kesadaran warga Kampung Muril Rahayu yang berpenghuni 170 kepala keluarga saat ini sudah lebih maju dari pada tahun sebelumnya. Ia katakan, warga saat ini sudah paham bagaimana melakukan mitigasi bencana gempa.
"Dari pihak BPBD sudah sering ke sini sosialisasi langsung ke warga. Kita kumpulkan elemen RW, kader, karang taruna bahkan sudah pernah simulasi bencana di sini," ungkapnya.
Sekitar dua pekan lalu, Cece mengatakan pihak BPBD datang sosialisasi ke kampungnya. Mereka menanyakan tempat evakuasi.
"Di sini, ada Lapangan Citalio dan Kantor Desa Jambudipa untuk tempat evakuasi. Lapangannya cukup lega," tuturnya.
Di Kampung Muril Rahayu, Yetti (37), istri ketua RW 15 menjadi koordinator penanggulangan bencana bilamana terjadi. Ia bertugas untuk upaya mitigasi bagi warganya.
Warga selalu diingatkan bahwa mereka harus menyimpan segala surat penting dan barang berharga lainnya pada satu tas. Bila gempa bumi terjadi, selain jiwa maka tas itu pula yang pertama diselamatkan.
"Betul, beliau orang Tagana. Dalam proses evakuasi, perempuan, lansia dan anak-anak harus jadi perhatian utama," ujar Cece menambahkan.
Meski demikian Cece tak menampik jika sosialisasi dan edukasi soal mitigasi bencana belum merata. Terlebih minimnya fasilitas marka atau plang kebencanaan belum terpampang di kampungnya.
"Betul, untuk plang itu masih minim. Kita usahakan agar ke depan dibuat plang informasi termasuk jalur evakuasinya," kata Cece.