Demikian petikan hoaks yang sempat menghebohkan warga Bandung di pada Januari 2021. Hal ini lantas diklarifikasi oleh BMKG bahwa hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi dengan pasti kapan akan terjadi.
Sebelumnya, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono juga sempat menjelaskan bahwa teknologi yang ada saat ini baru bisa digunakan untuk mendeteksi pergerakan lempeng Bumi, tapi belum bisa mengetahui dengan pasti kapan gempa akan terjadi.
Sehingga, Deputi Bidang Geofisika BMKG Muhamad Sadly menegaskan jika ada informasi prediksi gempa bumi, itu dipastikan hoaks atau kabar bohong.
"Hingga saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi gempa bumi dengan tepat, kapan, dimana, dan berapa kekuatannya," tandasnya.
Berdasarkan penelitian Mudrik Daryono, peneliti Geoteknologi LIPI, Sesar Lembang tidak berupa patahan lurus, tapi terpecah di beberapa titik.
Lebih lanjut Hal ini membuat potensi kekuatan gempa bisa bervariasi. Jika satu bagian saja yang bergeser, maka gempa yang dihasilkan hanya berskala kecil. Namun, jika semua segmen sesar bergerak bersamaan diprediksi bisa memicu gempa hingga 6,9 Mw (Magnitudo wave/ gelombang magnitudo).
Dalam penelitiannya, Mudrik membagi sesar ini menjadi enam bagian. Namun, menurutnya enam bagian yang ia buat berdasarkan aturan geometrik yang menentukan arah gerak patahan.
Menurut Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kota Bandung, Rasmid, panjang sesar jalur sesar, bakal berpengaruh pada besar magnitudo gempa yang dihasilkan. Patahan yang pendek hanya akan menghasilkan gempa yang kecil, sementara patahan yang panjang bisa menimbulkan gempa besar.
Lantaran Sesar Lembang bukan merupakan patahan tunggal yang lurus, tapi terpecah di beberapa titik, sehingga gempa yang dihasilkan selama ini pun tak terlalu besar.
Berdasarkan penelitian Rasmid pada 2011 dengan menempatkan enam seismograf selama dua tahun di sepanjang jalur Sesar Lembang, terbukti sesar ini memang kerap menghasilkan gempa kecil.
Hasil rekam jejak selama dua tahun terdapat 14 gempa bumi yang dihasilkan Sesar Lembang. Namun, magnitudonya sangat kecil di kisaran 1-2 Mw.
"Paling gede pernah ada tahun 2011 itu Agustus, di Kampung Muril, Jambudipa," jelasnya saat ditemui di kantor BMKG Bandung (6/4).
Gempa yang terjadi saat itu bermagnitudo3,3. Meski tergolong kecil, gempa dengan episentrum dangkal itu sempat merusak rumah ratusan warga.
 Peta sesar aktif di Indonesia berdasarkan data Pusat Gempa Nasional (dok. data Pusat Gempa Nasional) |
Terpisah, Peneliti Seismologi ITB, Afnimar menyebut, kerusakan rumah warga akibat gempa biasanya karena bangunan dirancang tanpa memperhatikan ketahanan terhadap gempa. Misal bagian sudut bangunan tidak diperkuat dengan kolom besi. Namun, ia maklum, karena membuat bangunan tahan gempa akan bergantung pada kekuatan ekonomi masing-masing warga.
Meski demikian, Mundrik menjelaskan bahwa risiko gempa Sesar Lembang yang dihitung dengan menyatukan seluruh jalur sesar menjadi sepanjang 29 kilometer digunakan untuk menghitung kemungkinan terburuk jika patahan ini pecah bersamaan.
"BMKG mengakomodir bagaimana jika terjadi gempa, maka seperti apa goncangannya. Kita pakai magnitudo 6,5-7kalau terjadi gempa ke segala arah.(Gempa ini bisa) kena se-Bandung raya, dia ga kena rupture (tanah pecah akibat patahan),tapi kena goncangan, itu yg patut diwaspadai," tandas Mundrik.
Perhitungan terburuk gempa hingga 6,9 Mw akan menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam merencanakan mitigasi dan evakuasi atas kondisi terburuk yang mungkin terjadi.
"Data ini dibutuhkan untuk pemda atau BPBD, untuk melihat kemungkinan terburuknya seperti apa, jangan sampai tidak siap nantinya," tutur Rasmid.
Ancaman Sesar Lembang bagi Warga Bandung Raya
 Lokasi yang dilewati Patahan Lembang (dok. Awang Satyana) |
Sesar Lembang menjadi pusat perhatian lantaran berada paling dekat dengan Bandung Raya. Sehingga, gempa yang dihasilkan sesar ini bisa menimbulkan guncangan besar di sekitar kawasan Bandung Raya.
Sementara Kota Bandung adalah ibukota provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di Jabar, kota ketiga terbesar di Indonesia, dan menjadi salah satu pusat bisnis, pemerintahan, industri, dan pariwisata dengan nilai ekonomi yang tidak kecil.
Getaran akibat gempa sesungguhnya tidak mematikan. Korban jiwa atau luka akan timbul akibat bangunan yang roboh, atau akibat kebakaran jika ada jalur pipa gas bocor atau sambungan listrik yang terputus.
Bandingkan gempa besar 7 Mw yg terjadi di hutan Papua dengan gempa serupa di kota Bandung. Maka akan lebih tinggi risiko korban jiwa gempa di Kota Bandung karena lebih banyak penduduk dan bangunan.
Sehingga, memahami sumber gempa bumi yang dapat mengancam pusat populasi utama ini sangat penting untuk meminimalisir korban gempa bumi melalui pengembangan dan penerapan struktur bangunan yang sesuai.
Berikut sejumlah risiko yang mengintai warga Bandung Raya akibat gempa Sesar Lembang.
1. Penduduk banyak
Bandung Raya adalah kawasan yang padat penduduk. Menurut data BPS Jawa Barat 2020, wilayah Bandung Raya menjadi rumah bagi 8,6 juta penduduk. Bandung Raya meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat.
Kabupaten Bandung juga kota dengan penduduk terbanyak ketiga di Jawa Barat setelah Kabupaten Bogor dan Bekasi. Sementara di Indonesia, Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak.
2. Pusat pemerintahan
Selain itu, Bandung juga jadi pusat pemerintahan, lantaran berstatus ibukota Jawa Barat sehingga menjadi tempat banyak bangunan vital pemerintahan.
3. Pusat kegiatan ekonomi
Bandung juga menjadi pusat kegiatan ekonomi. Menurut data BPS 2019, Kota Bandung (13.48%) merupakan ekonomi kedua terbesar di Jawa Barat setelah Kabupaten Bekasi (15,27%). Selain itu, Jawa Barat adalah ekonomi kedua terbesar di Indonesia setelah DKI Jakarta.
4. Kekuatan gempa besar
Lebih lanjut, Afnimar menjelaskan karena Sesar Lembang terletak di daratan, sehingga titik pusat gempa patahan ini dekat dengan permukaan bumi. Akibatnya, gempa yang dirasakan penduduk di permukaan punya magnitudo hampir sama besar dengan sumber gempa, dibanding gempa dengan pusat di laut yang akan berkurang kekuatan getarannya saat sampai ke daratan.
Sehingga, gempa Sesar Lembang dengan magnitudo maksimal 6,9 bisa menimbulkan banyak kerugian dan jika tak diantisipasi berpotensi menimbulkan banyak korban jiwa. Contoh gempa dengan titik pusat dangkal seperti terjadi di Turki atau Italia yang menghancurkan banyak bangunan.
"Sesar Lembang masalahnya deket banget (pusat gempa dengan daratan). Gempa 3,3 Mw (yang terjadi di Kampung Muril) itu getarannya terasa ke rumah saya (di Kota Bandung), getarannya terasa keras karena dekat," jelasnya saat dihubungi (7/4).
Sehingga mitigasi dan evakuasi diperlukan lantaran gempa ini tidak hanya membahayakan warga ada di dekat jalur sesar seperti Lembang, Maribaya, hingga Padalarang saja. Tapi, juga berpengaruh pada warga yang tinggal di Bandung Selatan yang berada jauh dari sumber gempa.
 Infografis Waspada Sesar-sesar Aktif di RI Potensi Picu Gempa (CNNIndonesia/Basith Subastian) |
5. Amplifikasi gempa di Bandung
Para peneliti juga menekankan soal potensi perbesaran gelombang (amplitudo) gempa Sesar Lembang di kawasan Bandung Raya. Amplifikasi ini terjadi karena kondisi tanah Bandung Raya yang relatif lunak.
Tanah lunak ini disebabkan sejarah dataran Bandung Raya yang sebelumnya merupakan sebuah danau purba. Endapan danau inilah yang menyebabkan tanah sekitar Bandung belum sepadat wilayah lain.
"Karena itu adalah batuan lunak sama seperti Bandung, isinya tanah lunak makanya teramplifikasi," papar Afnimar.
Selain itu lokasi dataran Bandung yang berupa cekungan, bisa membuat getaran gempa terpantul kembali ke arah Bandung dari perbukitan yang mengelilingi kawasan ini setelah gempa terjadi membuat periode gempa bisa lebih lama.
"Rusak banyak akan di Bandung Selatan karena paling tebal (endapan danau)...Bandung selatan jauh dari sumber, tapi getarannya diperbesar oleh alam, diperbesar oleh basin, ini kan yang disebut dengan amplifikasi...Kalau di ITB masih tipis, tapi dekat dengan sumber. Rumah di Lembang dekat dengan sumber bisa hancur juga," tutur pria berkacamata ini lagi.
Ia menjelaskan sempat membuat model amplifikasi gempa seperti ini pada di Bantul saat gempa Yogyakarta 2006. Namun, Afnimar mengaku belum membuat model amplifikasi gempa di kawasan Bandung, lantaran keterbatasan data kegempaan yang terjadi di kawasan ini.
"Gempa Jogja bisa kita bikin simulasi pantulan gempa karena ada datanya, sementara Sesar Lembang belum ada. Karena belum terjadi gempanya,"
Besar gempa dan lama periode gempa akan berpengaruh pada tingkat kerusakan yang dihasilkan. Berbicara soal tingkat kerusakan rumah warga, Afnimar menyebut hal itu akan tergantung dari kondisi bangunan warga yang tinggal di kawasan Lembang dan Bandung Raya.
6. Tanah longsor
Potensi bahaya lain dari gempa Sesar Lembang menurut Kepala Sub Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami wilayah Barat PVMBG Badan Geologi, Ahmad Solihin menyebut potensi bahaya lain yang harus diperhatikan warga adalah tanah longsor yang dipicu gempa.
Namun, menurutnya potensi bahaya tanah longsor hanya akan muncul dengan pemicu, misal akibat hujan deras dan gempa. Sehingga, bagi warga yang tinggal di sekitar lereng diharap lebih waspada.
7. Likuefaksi
Geolog dan budayawan T Bachtiar menyampaikan kekhawatiran terjadi likuefaksi akibat gempa Sesar Lembang seperti sempat terjadi pada gempa Palu. Kekhawatiran ini terkait dengan tanah kawasan Bandung yang merupakan bekas endapan danau purba.
"Bekas endapan danau yang dalemnya masih jenuh air. Atasnya kering tapi bawahnya kan jenuh air, jadi kalau digoyang dengan kekuatan besar dan lama, dikhawatirkan air yang jenuh di bawah naik ke permukaan, jadi tidak ada kekuatan menahan," jelasnya saat ditemui di kediamannya di Bandung (7/4).
 Ilustrasi. Peristiwa likuefaksi sempat terjadi di Palu usai gempa yang mengguncang kawasan itu. Likuefaksi menyebabkan bangunan tampak terhanyut oleh tanah yang amblas. (ANTARAFOTO/BASRI MARZUKI) |
Menanggapi hal ini, Ahmad menyebut memang belum meneliti lebih detil soal bahaya likuefaksi. Meski demikian, menurutnya kemungkinan likuefaksi kecil. Kerentanan likuefaksi menurutnya bergantung dari jenis tanah dan muka air. Likuefaksi sendiri bisa terjadi jika dipicu oleh gempa.
"Karena faktor kerentanan likuefaksi biasanya dari jenis tanah. Jenis tanahnya berpasir yang biasa kena likuefaksi. Sementara di Bandung tanahnya lengket tidak banyak berpasir. Terus muka air tanah yang jenuh dan dangkal, itu bisa nyebabin likuefaksi. Bandung kebanyakan muka air tanah tidak dangkal, misal buat gali sumur jadi harus dalem," terangnya.
Sehingga, menurut Ahmad wilayah yang rawan likuefaksi biasanya yang ada deket pesisir pantai, karena tanahnya berpasir dan muka air yang dangkal.