Lebih lanjut, Afnimar menjelaskan karena Sesar Lembang terletak di daratan, sehingga titik pusat gempa patahan ini dekat dengan permukaan bumi. Akibatnya, gempa yang dirasakan penduduk di permukaan punya magnitudo hampir sama besar dengan sumber gempa, dibanding gempa dengan pusat di laut yang akan berkurang kekuatan getarannya saat sampai ke daratan.
Sehingga, gempa Sesar Lembang dengan magnitudo maksimal 6,9 bisa menimbulkan banyak kerugian dan jika tak diantisipasi berpotensi menimbulkan banyak korban jiwa. Contoh gempa dengan titik pusat dangkal seperti terjadi di Turki atau Italia yang menghancurkan banyak bangunan.
"Sesar Lembang masalahnya deket banget (pusat gempa dengan daratan). Gempa 3,3 Mw (yang terjadi di Kampung Muril) itu getarannya terasa ke rumah saya (di Kota Bandung), getarannya terasa keras karena dekat," jelasnya saat dihubungi (7/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sehingga mitigasi dan evakuasi diperlukan lantaran gempa ini tidak hanya membahayakan warga ada di dekat jalur sesar seperti Lembang, Maribaya, hingga Padalarang saja. Tapi, juga berpengaruh pada warga yang tinggal di Bandung Selatan yang berada jauh dari sumber gempa.
![]() |
Para peneliti juga menekankan soal potensi perbesaran gelombang (amplitudo) gempa Sesar Lembang di kawasan Bandung Raya. Amplifikasi ini terjadi karena kondisi tanah Bandung Raya yang relatif lunak.
Tanah lunak ini disebabkan sejarah dataran Bandung Raya yang sebelumnya merupakan sebuah danau purba. Endapan danau inilah yang menyebabkan tanah sekitar Bandung belum sepadat wilayah lain.
"Karena itu adalah batuan lunak sama seperti Bandung, isinya tanah lunak makanya teramplifikasi," papar Afnimar.
Selain itu lokasi dataran Bandung yang berupa cekungan, bisa membuat getaran gempa terpantul kembali ke arah Bandung dari perbukitan yang mengelilingi kawasan ini setelah gempa terjadi membuat periode gempa bisa lebih lama.
"Rusak banyak akan di Bandung Selatan karena paling tebal (endapan danau)...Bandung selatan jauh dari sumber, tapi getarannya diperbesar oleh alam, diperbesar oleh basin, ini kan yang disebut dengan amplifikasi...Kalau di ITB masih tipis, tapi dekat dengan sumber. Rumah di Lembang dekat dengan sumber bisa hancur juga," tutur pria berkacamata ini lagi.
Ia menjelaskan sempat membuat model amplifikasi gempa seperti ini pada di Bantul saat gempa Yogyakarta 2006. Namun, Afnimar mengaku belum membuat model amplifikasi gempa di kawasan Bandung, lantaran keterbatasan data kegempaan yang terjadi di kawasan ini.
"Gempa Jogja bisa kita bikin simulasi pantulan gempa karena ada datanya, sementara Sesar Lembang belum ada. Karena belum terjadi gempanya,"
Besar gempa dan lama periode gempa akan berpengaruh pada tingkat kerusakan yang dihasilkan. Berbicara soal tingkat kerusakan rumah warga, Afnimar menyebut hal itu akan tergantung dari kondisi bangunan warga yang tinggal di kawasan Lembang dan Bandung Raya.
Potensi bahaya lain dari gempa Sesar Lembang menurut Kepala Sub Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami wilayah Barat PVMBG Badan Geologi, Ahmad Solihin menyebut potensi bahaya lain yang harus diperhatikan warga adalah tanah longsor yang dipicu gempa.
Namun, menurutnya potensi bahaya tanah longsor hanya akan muncul dengan pemicu, misal akibat hujan deras dan gempa. Sehingga, bagi warga yang tinggal di sekitar lereng diharap lebih waspada.
Geolog dan budayawan T Bachtiar menyampaikan kekhawatiran terjadi likuefaksi akibat gempa Sesar Lembang seperti sempat terjadi pada gempa Palu. Kekhawatiran ini terkait dengan tanah kawasan Bandung yang merupakan bekas endapan danau purba.
"Bekas endapan danau yang dalemnya masih jenuh air. Atasnya kering tapi bawahnya kan jenuh air, jadi kalau digoyang dengan kekuatan besar dan lama, dikhawatirkan air yang jenuh di bawah naik ke permukaan, jadi tidak ada kekuatan menahan," jelasnya saat ditemui di kediamannya di Bandung (7/4).
![]() |
Menanggapi hal ini, Ahmad menyebut memang belum meneliti lebih detil soal bahaya likuefaksi. Meski demikian, menurutnya kemungkinan likuefaksi kecil. Kerentanan likuefaksi menurutnya bergantung dari jenis tanah dan muka air. Likuefaksi sendiri bisa terjadi jika dipicu oleh gempa.
"Karena faktor kerentanan likuefaksi biasanya dari jenis tanah. Jenis tanahnya berpasir yang biasa kena likuefaksi. Sementara di Bandung tanahnya lengket tidak banyak berpasir. Terus muka air tanah yang jenuh dan dangkal, itu bisa nyebabin likuefaksi. Bandung kebanyakan muka air tanah tidak dangkal, misal buat gali sumur jadi harus dalem," terangnya.
Sehingga, menurut Ahmad wilayah yang rawan likuefaksi biasanya yang ada deket pesisir pantai, karena tanahnya berpasir dan muka air yang dangkal.
(eks)