Berdasarkan penelitian Rasmid pada 2011 dengan menempatkan enam seismograf selama dua tahun di sepanjang jalur Sesar Lembang, terbukti sesar ini memang kerap menghasilkan gempa kecil.
Hasil rekam jejak selama dua tahun terdapat 14 gempa bumi yang dihasilkan Sesar Lembang. Namun, magnitudonya sangat kecil di kisaran 1-2 Mw.
"Paling gede pernah ada tahun 2011 itu Agustus, di Kampung Muril, Jambudipa," jelasnya saat ditemui di kantor BMKG Bandung (6/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gempa yang terjadi saat itu bermagnitudo3,3. Meski tergolong kecil, gempa dengan episentrum dangkal itu sempat merusak rumah ratusan warga.
![]() |
Terpisah, Peneliti Seismologi ITB, Afnimar menyebut, kerusakan rumah warga akibat gempa biasanya karena bangunan dirancang tanpa memperhatikan ketahanan terhadap gempa. Misal bagian sudut bangunan tidak diperkuat dengan kolom besi. Namun, ia maklum, karena membuat bangunan tahan gempa akan bergantung pada kekuatan ekonomi masing-masing warga.
Meski demikian, Mundrik menjelaskan bahwa risiko gempa Sesar Lembang yang dihitung dengan menyatukan seluruh jalur sesar menjadi sepanjang 29 kilometer digunakan untuk menghitung kemungkinan terburuk jika patahan ini pecah bersamaan.
"BMKG mengakomodir bagaimana jika terjadi gempa, maka seperti apa goncangannya. Kita pakai magnitudo 6,5-7kalau terjadi gempa ke segala arah.(Gempa ini bisa) kena se-Bandung raya, dia ga kena rupture (tanah pecah akibat patahan),tapi kena goncangan, itu yg patut diwaspadai," tandas Mundrik.
Perhitungan terburuk gempa hingga 6,9 Mw akan menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam merencanakan mitigasi dan evakuasi atas kondisi terburuk yang mungkin terjadi.
"Data ini dibutuhkan untuk pemda atau BPBD, untuk melihat kemungkinan terburuknya seperti apa, jangan sampai tidak siap nantinya," tutur Rasmid.
![]() |
Sesar Lembang menjadi pusat perhatian lantaran berada paling dekat dengan Bandung Raya. Sehingga, gempa yang dihasilkan sesar ini bisa menimbulkan guncangan besar di sekitar kawasan Bandung Raya.
Sementara Kota Bandung adalah ibukota provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di Jabar, kota ketiga terbesar di Indonesia, dan menjadi salah satu pusat bisnis, pemerintahan, industri, dan pariwisata dengan nilai ekonomi yang tidak kecil.
Getaran akibat gempa sesungguhnya tidak mematikan. Korban jiwa atau luka akan timbul akibat bangunan yang roboh, atau akibat kebakaran jika ada jalur pipa gas bocor atau sambungan listrik yang terputus.
Bandingkan gempa besar 7 Mw yg terjadi di hutan Papua dengan gempa serupa di kota Bandung. Maka akan lebih tinggi risiko korban jiwa gempa di Kota Bandung karena lebih banyak penduduk dan bangunan.
Sehingga, memahami sumber gempa bumi yang dapat mengancam pusat populasi utama ini sangat penting untuk meminimalisir korban gempa bumi melalui pengembangan dan penerapan struktur bangunan yang sesuai.
Berikut sejumlah risiko yang mengintai warga Bandung Raya akibat gempa Sesar Lembang.
Bandung Raya adalah kawasan yang padat penduduk. Menurut data BPS Jawa Barat 2020, wilayah Bandung Raya menjadi rumah bagi 8,6 juta penduduk. Bandung Raya meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat.
Kabupaten Bandung juga kota dengan penduduk terbanyak ketiga di Jawa Barat setelah Kabupaten Bogor dan Bekasi. Sementara di Indonesia, Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak.
Selain itu, Bandung juga jadi pusat pemerintahan, lantaran berstatus ibukota Jawa Barat sehingga menjadi tempat banyak bangunan vital pemerintahan.
Bandung juga menjadi pusat kegiatan ekonomi. Menurut data BPS 2019, Kota Bandung (13.48%) merupakan ekonomi kedua terbesar di Jawa Barat setelah Kabupaten Bekasi (15,27%). Selain itu, Jawa Barat adalah ekonomi kedua terbesar di Indonesia setelah DKI Jakarta.